Friday, April 5, 2019

Sudah Lupakah Kau?

Bukankah . . . . . . . 

Ketika kau berujar dengan nyinyir dalam nada merendahkan salah satu paslon yang menerima pemberian dari rakyat jelata dan berbagai kalangan dengan menyebutnya sebagai penerima saweran.
.
Tidak tahu kah kau bahwa dari tiap lembar rupiah yang sebagian sudah lusuh, lembab dan bau keringat itu, ada do’a, ada munajat, ada harapan yang dipanjatkan kepada yang maha memiliki kekuasaan, do’a yang tak lagi mampu di ucapkan dengan lisan.
.
Sudah lupakah kau?, bahwa Pemimpin besar revolusi, Panglima tertinggi angkatan perang, Pemegang amanat rakyat, Paduka yang mulia Soekarno, pernah datang ke Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh di Nangroe Aceh Darussalam dan menerima hal yang serupa itu dari para Tengku, dari para Teuku dari para tokoh, dari para bangsawan hingga rakyat jelata yang menyerahkan dengan penuh ikhlas harta yang mereka punya, perhiasan yang mereka pakai untuk modal perjuangan paduka.
.
Ketika kau mencemooh seorang nenek yang dengan berurai air mata, merangsak dari tengah kerumunan masa, menghampiri satu paslon lalu merangkulnya membisikkan harapan, menitipkan anak cucu dan keturunannya, menitipkan tanah air tumpah darahnya.
.
Tidak tahu kah kau betapa berat hidup rakyat jelata sepertinya, betapa risau hatinya dengan keadaan yang kini terjadi, betapa khawatirnya dengan masa depan anak cucu dan keturunannya kelak.

Sudah lupakah kau, bahwa seorang wanita di usia yang nyaris sama juga pernah sampai bersipuh memeluk kaki Paduka, menitipkan harapan yang sama. Sudah lupakah kau bagaimana jejeran panjang rakyat berbagai kalangan diantaranya rela bersipuh dipinggir jalan menyambut kedatangan paduka kemanapun beliau pergi, demi menyampaikan aspirasi dan harapan yang serupa?
.
Ketika kau nyinyir dan mencemooh seorang petani yang sampai menangis menyampaikan keluh kesahnya kepada salah satu paslon dengan menyebutnya sebagai “sandiwara”. Tidak tahu kah kau betapa sulitnya hidup para petani yang hasil bumi sandaran hidup mereka sudah nyaris tak berharga. Sudah lupakah kau bahwa Paduka bahkan pernah mengabadikan nama seorang petani yang pernah dijumpainya untuk menamai sebuah gerakan masyarakat bawah?.
.
Mungkin kau juga akan nyinyir dan mencomooh ini dengan menyebutnya bahwa kedua peristiwa itu terjadi diwaktu dan suasana yang sama sekali berbeda. Tahu kah kau bahwa sejarah dunia ini hanyalah pengulangan dan pengulangan dari yang pernah terjadi sebelumnya di dimensi dan waktu yang berbeda.
.
Sudah lupakah kau bahwa tak ada satu peristiwa pun yang terjadi begitu saja melainkan ada sebab musababnya, ada tanda tandanya, ada ciri cirinya, ada pesan yang begitu samar disampaikan sebelum semuanya benar benar terjadi.
.
Tidak sadar kah kau bahwa kenyinyiranmu, cemoohanmu telah merendahkan martabat saudaramu sendiri sebangsa dan setanah air, telah mengingkari pesan paduka, “Jangan sekali kali melupakan sejarah”.
.
Sudah lupakah kau?. 

-----------------------------------

2 comments:

  1. Berat kata2nya....di dalami malah makin tenggelam, sudah lupakah kau?

    ReplyDelete