Bukankah . . . . . . . |
Ketika kau berujar dengan nyinyir dalam nada merendahkan salah
satu paslon yang menerima pemberian dari rakyat jelata dan berbagai kalangan
dengan menyebutnya sebagai penerima saweran.
.
Tidak tahu kah kau bahwa dari tiap lembar rupiah yang
sebagian sudah lusuh, lembab dan bau keringat itu, ada do’a, ada munajat, ada
harapan yang dipanjatkan kepada yang maha memiliki kekuasaan, do’a yang tak
lagi mampu di ucapkan dengan lisan.
.
Sudah lupakah kau?, bahwa Pemimpin besar revolusi, Panglima
tertinggi angkatan perang, Pemegang amanat rakyat, Paduka yang mulia Soekarno,
pernah datang ke Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh di Nangroe Aceh Darussalam
dan menerima hal yang serupa itu dari para Tengku, dari para Teuku dari para
tokoh, dari para bangsawan hingga rakyat jelata yang menyerahkan dengan penuh
ikhlas harta yang mereka punya, perhiasan yang mereka pakai untuk modal
perjuangan paduka.
.
Ketika kau mencemooh seorang nenek yang dengan berurai air
mata, merangsak dari tengah kerumunan masa, menghampiri satu paslon lalu
merangkulnya membisikkan harapan, menitipkan anak cucu dan keturunannya,
menitipkan tanah air tumpah darahnya.
.
Tidak tahu kah kau betapa berat hidup rakyat jelata
sepertinya, betapa risau hatinya dengan keadaan yang kini terjadi, betapa
khawatirnya dengan masa depan anak cucu dan keturunannya kelak.
Sudah lupakah kau, bahwa seorang wanita di usia yang nyaris
sama juga pernah sampai bersipuh memeluk kaki Paduka, menitipkan harapan yang
sama. Sudah lupakah kau bagaimana jejeran panjang rakyat berbagai kalangan
diantaranya rela bersipuh dipinggir jalan menyambut kedatangan paduka kemanapun
beliau pergi, demi menyampaikan aspirasi dan harapan yang serupa?
.
Ketika kau nyinyir dan mencemooh seorang petani yang sampai
menangis menyampaikan keluh kesahnya kepada salah satu paslon dengan
menyebutnya sebagai “sandiwara”. Tidak tahu kah kau betapa sulitnya hidup para
petani yang hasil bumi sandaran hidup mereka sudah nyaris tak berharga. Sudah
lupakah kau bahwa Paduka bahkan pernah mengabadikan nama seorang petani yang
pernah dijumpainya untuk menamai sebuah gerakan masyarakat bawah?.
.
Mungkin kau juga akan nyinyir dan mencomooh ini dengan
menyebutnya bahwa kedua peristiwa itu terjadi diwaktu dan suasana yang sama
sekali berbeda. Tahu kah kau bahwa sejarah dunia ini hanyalah pengulangan dan
pengulangan dari yang pernah terjadi sebelumnya di dimensi dan waktu yang
berbeda.
.
Sudah lupakah kau bahwa tak ada satu peristiwa pun yang
terjadi begitu saja melainkan ada sebab musababnya, ada tanda tandanya, ada
ciri cirinya, ada pesan yang begitu samar disampaikan sebelum semuanya benar
benar terjadi.
.
Tidak sadar kah kau bahwa kenyinyiranmu, cemoohanmu telah
merendahkan martabat saudaramu sendiri sebangsa dan setanah air, telah mengingkari
pesan paduka, “Jangan sekali kali melupakan sejarah”.
.
Sudah lupakah kau?.
-----------------------------------
Follow
akun instagram kami di @masjidinfo
| @masjidinfo.id
| @hendrajailani
Berat kata2nya....di dalami malah makin tenggelam, sudah lupakah kau?
ReplyDeleteberat, jangan dipikul :)
Delete