Thursday, August 29, 2013

My name is Seceng & this is my story

Selulus dari peruri aku langsung jatuh ke tangan berlumpur tukang gali selokan yang masih ngosngosan terima gaji harian di kamis sore. Secepat bajing loncat setelah itu aku sudah pindah tangan lagi ke tangan tukang es doger. Tampang perlenteku yang barusan masih necis langsung ternoda oleh lumpur dan keringat para pekerja keras penghuni negeri kaya raya ini.

Perkenalkan namaku Duit Seceng alias duit serebu perak. Akulah mata duit (mata uang maksudnya) yang paling popular. Paling laris keluar dari dompet di prapatan lampu merah, di kedai kopi pinggir jalan, di pasar tradisional, di tempat jajan sekolahan hingga ke dalam angkutan umum sejenis angkot, ojeg, beca hingga anglingdes sampai odong odong.

Biasalah, tarif normal di kawasan itu masih seputar jenis ku bukan kelasnya si goceng, ceban, goban, palagi si ceuPek bergambar proklamator. Untungnya jadi popular, adalah panjangnya perjalanan yang kutempuh dan setumpuk pengalaman manis dan getir yang kudengar, kulihat dan kurasakan.

Anda pernah dengar kabar perkelahian calo bis antar kota, atau adu jotos nya si polisi cepek di prapatan pas jalanan macet, cekcok mulut tukang ojeg hingga sopir angkot dengan penumpangnya, mobil mewahnya si bos yang baret di gores paku, sampai ke berita tukang parkir yang berantem dengan pengendara motor yang gak mau bayar parkir ?. itu semua gara gara aku. Si duit seCeng yang begitu popular. Hebat sekali rupanya aku ini sampai sebegitunya dunia orang kecil dibuatnya karena ku.

Hebatnya lagi. Tampang ku ini juga sanggup mengubah dunia si kecil yang sedang murung tak punya uang jajan langsung ceria ketika bertemu denganku. Karenaku dia bisa mengantongi beberapa biji permen kesukaannya. Aku juga mampu membuat tersenyum puluhan, ratusan bahkan ribuan anak anak yatim piatu di berbagai panti masih bisa merasakan indahnya dunia, berkat ku yang dilempar tanpa peduli oleh pemilik ku ke para penggalang dana sukarela untuk panti asuhan di jalanan, atau ke kotak amal kusam di emperan ruko.

Aku juga yang paling populer disebut oleh para pengamen jalanan di ahir pidato singkat mereka. paling populer di lidah para peminta minta. Aku juga yang paling sering menikmati indahnya alunan kitab suci yang sedang dibacakan oleh qori cilik menjelang magrib di mushola pinggiran kampung. Aku juga yang paling sering menyaksikan pria pria penuh duka menitikkan air mata di gelap malam yang sunyi di surau dan masjid terpencil di gang sempit, mengadukan nasip malangnya kepada yang kuasa. Karena aku yang paling sering mondar mandir keluar masuk dari kencleng satu ke kencleng lain nya. Kadang sedih juga menyadari kenyataan bahwa di dalam kencleng kencleng masjid yang tak jarang sudah ditulis “betapa besarnya faedah sodaqoh” tapi tetap saja jenis ku dan jenis recehan yang menjadi penghuni tetap kotak kotak amal itu.

Namun begitu aku bersyukur karena takdirku tidak untuk berkelana ke tempat tempat hiburan malam yang tak jarang penuh maksiat. Gayus tak doyan dengan jenisku, Nazarudin pastinya tak butuh jenisku untuk ber-skype dengan topi anyaman-nya dari tempat yang katanya jauh dari sini tapi sayup sayup terdengar suara penjual roti buatan dalam negeri ?. Para koruptor, penjahat berdasi, perampok anggaran negara, penjahat nurani, hingga penjahat konstitusi juga tak pernah mempetimbangkan untuk membawa bawa aku. Aku adalah benda hina dalam dompet dan otak mereka.

Aku bersyukur dapat berakrab akrab dengan anak anak yatim kesayangan nabi. Dapat berlama lama di masjid rumah ilahi. Dapat memberi senyum kepada anak anak anak soleh harapan negeri. Tak ada yang kusesali dengan perjalanan nasibku. Kalaulah suatu hari nanti aku harus kembali lagi ke peruri masuk ke dalam mesin pelebur untuk di cetak kembali. Aku sama sekali tak berminat untuk memohon agar aku dilahirkan kembali sebagai gocengan, cebanan atau yang lebih tinggi lagi. Bagiku ini hidupku dan pastinya ilahi telah memilihkan yang terbaik bagiku, karena dia yang maha arif lagi bijaksana.

Satu harapanku, semoga mulai hari ini semakin banyak saudara saudara ku dari kasta yang lebih tinggi dari ku hingga kasta tertinggi yang ditakdirkan betah di dalam kotak amal, di redhokan oleh pemiliknya di lempar kan ke dalam kencleng seperti melepaskan kotoran di toilet tanpa sudi untuk melihat apalagi memikirkannya lagi, layaknya yang biasa mereka lakukan padaku.

Laba laba berwajah manusia di Kelurahan Gelumbang

Laba laba Gelumbang
Saya bukan ahli biologi atau zoology jadi tidak tahu laba laba satu ini masuk dalam jenis apa, tapi bentuknya yang tak lazim itu yang menarik perhatianku. Laba laba berwajah manusia, kan aneh ya. Atau mungkin sama sekali tidak aneh bagi para ahli yang memang sudah menggeluti dunia yang satu itu.

Ukurannya tak telalu besar, seluruh rentangan kakinya kira kira seukuran telapak tangan orang dewasa. Lukisan wajah itu tebentuk dari bulu bulu halus yang menutup bagian atas kepalanya, sedangkan bagian lainnya terlihat normal. Bisa jadi hal itu merupakan salah satu trik hewan satu ini menakut nakuti predator yang mengintainya.

Jenis yang seperti ini bukan satu satunya jenis laba laba dan hewan yang menyerupai wajah manusia. Bila anda searcing di internet, anda akan menemukan ada banyak jenis lainnya.
Saya temukan hewan satu ini di kelurahan Gelumbang, Kabupaten Muara Enim, provinsi Sumatera Selatan, secara tak sengaja saat ziarah ke makam para leluhur disana di libur lebaran yang baru lalu.

Sempat kaget karena tiba tiba hewan ini menempel di kepalaku, reflek kutepis dengan tangan dan ketika jatuh di dedaunan di lantai hutan langsung membuatku tertarik untuk menyimak dengan sekasama plus bertingkah sableng dengan bertanya “hei, kamu yang berwajah manusia, bisa ngomong gak?”, Gubr@x. 

I am biker and my english is so gud

Menjelang idul fitri, kreditan motor-q di approve, jadi aq bs going hometown naek montor, konvoi dengan baiker laen nya deh. Pastinya seru.

Aq gak khawatir dng angsuran motor q, you know me so well lah, I am a children fruit of money manager. Money is not problem big for me. (aq kan anak buahnya manager keuangan, duit bukan masalah besar buat q).

Singkat crita, aq nyampe kamp0ng dengan bangga di atas tunggangan anyar q. Man treman treman pada nyamperin mengagumi motor baru ku. salah satu temen cewek gebetan-Q, si De’ Nada yang cukup narsis sampai numpang foto foto segala sambil nanya ini itu. Pas liat spido meter dia nanya lagi.

‘Mas, ini ada tulisan hurup E sama F di meteran montor mu ini artinya apa ya ?”

Dan kujawab lah dia “De’ nada itu bukan meteran, bahasa inggrisnya disebut spiiiiidoooo meteeer, itu penanda bensin dalam tangki masih ada isinya apa nggak

dan De’ Nada pun manggut manggut. Tapi dia malah nanya lagi

“iya aq tahu itu mas, tapi maksudku itu hurup E sama F itu singkatan atau apaaaaa gitu maksudnya ?”

Aq agak bingung juga buat ngejawabnya, tapi tengsin lah klk sampai gak bisa jawab, do’i gak tau apa klk....Mai Englis is so gud.

Aq mikir bentar dan TING ! langsung ketemu jawabannya :

“Ooo itu toh De’ Nada. E itu singkatan dari EntEx maksudnya bensinya ude abis”

kalok F itu singkatan dari FUENUH, maksudnya bensinya itu masih buanyak”

Dan de’ nada pun puas dengan penjelasan q

Tuh kan, anda taulah I am Biker and My English is Very very gooooooooooood……


-----------------------------------
Follow akun instagram kami di @masjidinfo |  @masjidinfo.id  | @hendrajailani
------------------------------------

Baca Juga


Wednesday, August 28, 2013

Curhat dari Pengendara Motor ke Pengendara Mobil

Tariiiikkk maaang
Saya menerima terusan email berikut dari seorang teman, isinya berupa curahan hati seorang pengendara motor kepada pengendara mobil, cukup menggelitik. Siapapun penulis awalnya saya mohon izin untuk memajang tulisan anda di laman ini.

Bapak2, ibu2 yth,

Sebelumnya saya mohon maaf bila tulisan berikut Kurang Berkenan.

Kami hanyalah ingin meminta maaf kepada bapak & ibu pengguna Roda Empat mengenai perilaku kami di jalan raya. Sungguh, kami tidak Memiliki Maksud untuk 'mengganggu' kenyamanan anda. Bila kami terlihat suka Nyerobot Kekanan atau kekiri, itu hanyalah karena kami merasa kepanasan. Ini Tentunya akibat jaket, helm, sarung tangan, masker, yang kami gunakan Di Siang bolong. Tentunya rasa kepanasan ini tidak anda rasakan, karena Dinginnya hembusan AC yang keluar dari kisi kisi dashboard Mobil anda. Sedangkan kami hanya mengandalkan kisi kisi ujung jaket, ataupun bagian Bawah helm, he he he.

Bila anda melihat kami mendaki trotoar, ataupun mengambil jalur kanan Yang Berlawanan, itupun bukan karena kami sok jago. Tapi kami hanya mencari Alternatif jalur, sebab seluruh badan jalan tertutup oleh MPV ataupun SUV Bapak & ibu. Rasanya kami nggak kuat jika harus menunggu dibelakang Knalpot Anda, yg belum tentu bebas emisi (maaf ya).

Belum lagi kami takut di PHK, hanya karena telat masuk kerja. Tentunya Khusus hal ini, sebagian dari anda tidak perlu absen kan ?, kalo masuk Kerja? Sebab kalo sebagian besar dari kami, Minimal dipotong uang Transport, hiks!! Belum lagi, kami suka malu bila harus melewati Resepsionis nan cantik yang menutup hidung kecil mereka, karena mereka Mencium aroma knalpot Dan 'bau matahari' dari jaket lusuh kami. Walau Deodorant 5 ribuan telah kami semprot, tentu tidak sebanding dg parfum Mobil anda yg 50 ribuan plus sejuknya AC Mobil anda.

Kami sadar kok, kami jg suka keterlaluan. Tapi kami juga gak pernah Memprotes roda empat. Kami cukup tau diri kok, dengan pajak yg super Murah Kami, sehingga kami harus real mengalah bila berbicara tentang parkir. Kami Cukup puas dengan areal 150 x 50 cm sebagai tempat parkir kami. Tentu Berbeda dengan areal parkir bapak-ibu. Memang sih, tarif parkirnya aja Beda.

Hmmm, kami juga gak pernah protes kok, terhadap roda empat yang telah Oleh Pemerintah di-anak emaskan. Jalan tol trilyunan rupiah telah dibangun, Diatas gusuran tanah Dan rumah kami. Kami harus putar otak mencari Tempat Tinggal bagi anak Dan keluarga, hanya demi bapak-ibu bisa cepat sampat Tamasya ke ancol ataupun taman safari.

Agak Riweuh
Ngomong2 tentang tamasya. Memang sih, mungkin anda sering melihat kami berboncengan 3 atau 4 dengan putra putri kami pergi ke dufan. Tapi kami Gak yakin, apakah anda melihat kami, memijit tangan, kaki Dan bahu mereka Yang Kecil ditempat parkir. Ini karena cara duduk mereka yg sedikit Berakrobat Di atas motor kami. Tentunya berbeda dengan lucunya putra-putri anda Yang Asyik bermain game di dalam Mobil, atau tidur pulas di jok belakang.

Kami juga gak keki kok, dengan senyum kecil bapak-ibu, bila melihat Kami Panik saat hujan turun. Dimana kami harus buru-buru, loncat dari motor, Buka jok motor, copot sepatu, Dan mengenakan jas hujan. Terkadang kami Membayangkan, bila kami Ada di posisi anda. Mau gerimis kek, mau hujan Gede Kek, bodo' amat, cukup putar tuas kecil disamping stir, maka wiper kaca Akan bekerja lembut membersihkan air di kaca depan & belakang. Aaaah Enaknyaa di Mobil.

Kami juga gak protes kok, bila mungkin bapak-ibu yang terbiasa Menginstruksikan lembur kepada kami. Kami cukup mengerti bila anda Tidak Pernah membayangkan, betapa dinginnya pulang kerja di malam Hari dengan Motor. Kami cuma berharap, bahwa petuah orang tua, yang mengatakan, Kalo Kena angin malam bisa kena paru-paru basah, adalah isapan jempol Semata. Amit-amiiiit. ..!

Kami juga gak protes kok, bila jari jemari anda menjentikkan Abu Rokoknya Lewat jendela, sehingga mengenai jaket kami. Ataupun celana kami harus 'menerima' sampah, yang anda buang lewat jendela. Mungkin kami dengan Jaket Hitamnya, tampak seperti tong sampah kali yeee. Hi hi hi. Mohon maaf Juga Bila, kami harus terlihat melotot di depan anda. Hmm sungguh, itu gak Sengaja kok, . Sebab selama naik motor, Mata kami harus dipicingkan Agar Tidak kena debu. Naaah begitu berhenti, secara refleks Mata kami Terbuka Lebar, seperti melotot, he he he.Maaf ya Pak-bu. Peace !!!

Memang siiih, kami sering bikin masalah di jalan raya, tapi setidaknya, Kaum kami belum pernah punya kesempatan bikin masalah buat negara ini. (Jadi gak enak nerusinnya)

Lone Rider
Memang siiih, rata rata dari kami tidak berpendidikan. Walau beberapa Rekan Kami masih setia berprofesi pengojek untuk mengantar kaum berpendidikan Nan Terhormat ke tujuan, bila mereka diburu waktu atau hampir terlambat. Memang siih, rata-rata dari kami gak memiliki tata krama. Karena kami Gak Punya cukup uang untuk belajar di tempat kursus kepribadian ataupun Pelatihan image development. (SD aja DO ? hiks!). Tapi setidaknya, kami Cukup tau diri kok, untuk tetap menganggukan kepala kepada bapak-ibu Duluan Plus senyum manis, bila kami bertemu anda di koridor kantor. Ataupun Menjauh dari bapak-ibu yang sedang bercengkrama di lobi menunggu lift, Karena celana dan sepatu kami tampak kotor terciprat air jalanan akibat Sedan mewah anda menyalip kami.

Namun kami cukup terhibur kok, bila kami dapat mendengar sayup sayup Lagu Kesukaan kami, saat kita bersanding manis di lampu merah. Hilang rasa Penat Bahu Dan pinggang kami, bila dentuman sound system anda membagi lagunya Lewat kisi kisi jendela. He he he, pernah gak anda melihat kami juga Terkadang mengangguk-anggukan kepala mengikuti lagu anda, walo cuma 10-20 Detik. Jadi malu......

Namun kami cukup terhibur kok, dengan sigapnya pak presiden menaiki Motor Roda dua untuk meresmikan balapan mobil, hiks. Walau kami tau persis, itu Hanya gara gara terlalu banyak roda empat yang membuat jalan tol Menjadi Padat. Sehingga pihak protokoler takut pak Presiden datang telat. Padahal Mesin dan knalpot mobil balap dari negara asing, udah gak sabar buat melesat, hanya untuk bisa dibilang sebagai yang tercepat, dan rebutan trophy segede knalpot motor untuk mereka angkat. What an ironic.....

Namun, kami cukup terhibur juga kok, dengan iklan di TV. Dimana banyak artis nan ganteng dan cantik, artis senior maupun junior, politikus, Budayawan, berebut mengiklankan motor untuk kami. Walau kami tau Persis, Gak mungkin mereka pergi shooting atau menghadiri gala dinner dengan motor Bebek. Sebab kami tau persis, mereka gak pernah direpotkan oleh naik dan turun dari mobil, karena supir nan setia, membukakan pintu belakang bagi Mereka.

Yaahhh, kami gak bermaksud membela diri siih. Kami cuma mau sharing aja kok, kepada anda pengendara mobil roda empat, bahwa rasa sebel, muak, Benci Anda terhadap kami, sudah kami bayar kok dengan kondisi di atas. Tuhan Maha Adil kan ?

-----------------------------------
Follow akun instagram kami di @masjidinfo |  @masjidinfo.id  | @hendrajailani
------------------------------------

Baca Juga


Yang manakah kepribadian anda : Wortel, telur atau serbuk kopi ?

keep smile
Ketika berhadapan dengan ujian hidup, secara alamiah manusia mengalami perubahan dalam dirinya. Bila ujian hidup di ibaratkan sebagai air panas yang mendidih, mungkin kita bisa mencontohkan wortel, telur dan serbuk kopi untuk mewakili kepribadian manusia ketika berhadapan dan melewati ujian kehidupannya masing masing.

Wortel, itu rigit, kaku. Telur itu rapuh, mudah pecah dan ringkih. Sedangkan Serbuk kopi itu tak solid, bercerai berai dan begitu mudahnya sirna tertiup angin. Tapi cobalah masing masing benda itu di rebus ke dalam air panas. Hasilnya adalah :

Wortel yang tadinya kaku dan rigit berubah menjadi lembek, mlempem dan membleh. Telur yang tadinya rapuh, mudah pecah dan ringkih berubah menjadi solid. Sedangkan kopi yang tadinya bercerai berai bahkan mampu mewarnai keseluruhan air panas tempatnya berada, tak hanya itu tapi juga memberikan aroma wangi yang begitu menggoda.

Seperti itulah kira kira sifat manusia ketika berhadapan dengan kesulitan dan ujian kehidupan. Yang tadinya keras, kokoh dan kaku bisa berubah menjadi pribadi dan mlempem saat berhadapan dengan kesulitan hidup. Ada juga pribadi yang tadinya rapuh dan ringkih berubah menjadi pribadi yang tegar dan kuat ketika berhadapan dengan kesulitan dalam hidupnya.

Bahkan ada pula pribadi luar biasa yang tadinya hanyalah pribadi yang nyaris tak berpendirian, tak diperhitungkan tapi kemudian malah mewarnai lingkungannya dan memberikan kontribusi luar biasa mengharumkan diri, keluarga dan lingkungannya. Seperti serbuk kopi dalam air panas.

Terserah kita untuk memilih. Menjadi pribadi seperti apa saat berhadapan dengan kesulitan dan persoalan hidup. Yang pasti manusia yang paling berharga adalah manusia yang paling bermanfaat bagi diri, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kapasitas dirinya masing masing.

Tetap tegar, tetap semangat, terus berusaha lanjutkan pertarungan dan jangan pernah menyerah . . . . . . . .

Friday, August 23, 2013

Dongeng PejEratan

Makam Pendiri Gelumbang, di dalam bangunan beratap, makam di bagian depan foto bertuliskan "cucu Fatahillah". 
Anda tahu apa itu pejEratan ?. tidak tahu kah, itu sangat wajar, karena memang perkiraan saya sih 90% lebih penduduk Negara ini tak faham arti kata itu. pejEratan merupakan kata dalam bahasa Belida atau Blide yang berarti pekuburan alias pemakaman. Jangan salah menyebutnya apalagi sampai terpeleset menjadi pejelatan, karena pejelatan artinya adalah mainan. Dan masalah pejEratan bukanlah masalah pejelatan, iya kan. Belida sendiri merupakan salah satu suku yang mendiami kawasan sepanjang tepian sungai Belida, salah satu anak sungai Musi di provinsi Sumatera Selatan.

Di kampung kami di kelurahan Gelumbang yang masuk dalam wilayah Kabupaten Muara Enim di Sumatera Selatan, (dulunya) PejEratan berada di ujung kampung di bagian hilir, dan sama seperti halnya pemakaman di bagian lain negeri ini yang selalu di identikkan dengan angker, seram, hantu, pocong, kuntilanak, genderuwo, arwah penasaran, klenik, mitos, mistik dan lain sebagainya.

Di bagian depan pejEratan itu dulunya ada beberapa pohon besar dan tinggi salah satunya adalah pohon cempedak yang berdiri kokoh hanya beberapa depa dari ruas jalan lintas (tengah) Sumatera yang menghubungkan kota Prabumulih di selatan ke kota Palembang di utara. Di bawah pohon besar itu dulu semasa kanak kanak kami seringkali nongkrong menjajakan burung betet kepada para pengguna jalan yang lalu lalang bersama teman teman.

Tak ada rasa takut atau seram kala itu itu, karena memang tidak sendiri. Apalagi diantara kami ada beberapa orang adalah teman teman senior yang jauh lebih tua yang salah satunya kini telah menjadi “pengusaha muda Gelumbang” alias orang terkaya di Gelumbang, karena kesuksesan bisnis yang digelutinya, pastinya bukan karena jualan burung Betet, ya.

pejEratan yang dulu berada di ujung kampung yang sunyi senyap kini sudah berada di tengah keramaian. Dan tentu saja bukan karena pejEratannya yang bergeser tapi karena memang kampungnya yang telah berkembang pesat. Pohon pohon besar di tepian jalan di depan nya kini sudah lenyap beganti dengan beberapa rumah dan ruko yang konon pemiliknya membeli lahan tersebut dari seseorang secara sah, meski terasa agak aneh mengingat pejEratan itu (konon juga) merupakan lahan bersama dan sejak dulu sudah penuh sesak dengan makam makam tua hingga ke tepian jalan raya, tapi begitulah.

Memang sih sebagian lahan yang oleh masyarakat dianggap sebagai “lahan pemakaman umum” itu memang merupakan lahan pribadi yang tidak pernah ada pernyataan resmi dari pemilik nya untuk dijadikan areal pemakaman umum, meski pihak keluarga kemudian memakamkan jenazah kerabat mereka disana dan dikemudian hari di ikuti oleh kerabat yang lain. Lalu di hari yang lain jenazah orang lain pun turut dimakamkan disana tanpa sepengetahuan pemilik lahan dan walahasil semakin hari semakin bertambahlah hingga terkesan seolah olah seperti lahan pemakaman umum.

Makam Pendiri Gelumbang

Di pejEratan Gelumbang terdapat satu makam yang terlihat sangat menyolok berbeda dengan yang lain, karena merupakan satu satunya makam yang diberi atap di area tersebut. Bangunan makam yang dalam bahasa Belida disebut Gobah. Makam tersebut merupakan makam pendiri Gelumbang. Merujuk kepada nama yang di tulis di dinding bangunan makamnya serta di batu nisannya, beliau bernama Raden Mardin Bin Raden Wiharjo (1452M) beserta istrinya bernama Huminah Binti Dinharjo (1452M).

Raden Mardin Wiharja. diyakini sebagai nama dari pendiri Gelumbang yang kini menjadi Kelurahan di dalam lingkup wilayah Kabupaten Muara Enim, provinsi Sumatera Selatan. 
Masih di dalam gobah juga terdapat dua makam lainnya yang nisannya sama sekali baru yakni makam dari Abdullah Bin Hasbullan (1505-1772) dan R. Afillah atau mungkin Rafillah Bin Mardin (1792H), hanya saja yang terahir ini satu satunya yang bertarikh Hijriah, sedangkan yang lainnya bertarkh masehi.

Saya pribadi cukup surprise dengan nama nama yang tertulis disana mengingat selama ini masyarakat setempat mengenal makam tersebut tak lebih dari sebutan “Makam Junjungan Dusun” tanpa nama. Dan tak ada seorang pun yang pernah menyebut siapa nama beliau sebenarnya. Lebih surprise lagi karena semua tulisan nama nama dan tahun yang ada adalah “barang baru” karena memang ditulis diatas sebuah batu nisan yang terlihat masih baru, tulisan di dinding makamnya juga masih baru yang sepertinya dibuat bersamaan dengan perbaikan bangunan tersebut.

Makam aslinya dulunya hanya berupa gundukan tanah seperti sarang semut yang menggunung tinggi diatas sepasang makam dengan nisan tanpa nama dan memang sudah diberi atap. Disebut sebagai sepasang makam dikenali dari bentuk nisannya, kebiasaan masyarakat setempat bahwa nisan bentuk bundar untuk makam laki laki dan nisan bentuk pipih untuk makam perempuan, dan sudah lumrah bila makam suami istri biasanya berdampingan. Nisan baru dengan nama dan tarikh nya itu diletakkan bersebelahan dengan nisan aslinya.

Lebih surpise lagi ketika mendapati begitu banyak nisan nisan baru yang juga bertarikh abad ke 15 di sisi kiri dan kanan bangunan tersebut, ditambah lagi beberapa makam yang berada agak ke selatan, tiga diantaranya ditulis dengan nama “Cucu Fatahillah”. Cukup penasaran dengan fakta yang ditemui hari itu.

Nisan nisan baru yang ada di sisi kanan (utara) bangunan makam (gobah) terdiri dari : Wahyu Utama Prabu Jatiraga (1792), Dharma Hastina (482m) Wali Allah (1604M), Hasni Barowawi (1792M), Syahidan Bin Arya Sahdan Muria Binti Sumiyah (1560), Amatullah Raden Sahdan (1792M), Anggap Wali (Tanpa tarikh), Raden Kusuma (1555M), Tasaka bin indrawati (tanpa tarikh), Tassxxx (Tak terbaca dengan jelas) (1452m), K.Hardi Purwa Dihardja (tanpa tarikh), Alang Wigiarta Kencana - Ki Mata Elang (1560m), R.J Sri Gana (tak bertarikh), Sultan Wigiarta - Ki Wage (tanpa tarikh),

Di sisi selatan (sebelah kiri Gobah) : Raden Rahaxxxx (tak bertarikh), Putri Kembang Rangga Tasaka (tanpa tarikh), Raden Wiharja (1224m), Cut Arda Ratu Seribu (1481m), Prabu Satria Sancaka (1792m), Ki Harja Purwa Dihardja (1542m), Raden Arda Tasaka (1560m), Raden Batu Lambang (1420m). ditambah dengan lima makam yang berada kira kira di di bagian depan Gobah terdapat empat makam cucu Fatahillah (tak bertarikh), Hambiyatullah Fatah (1600m).

Cukup penasaran untuk sekedar tahu siapa gerangan yang membuat dan memperbaiki gobah makam junjungan dusun itu, tokoh masyarakat kah ? atau ketua adat kah? Atau pihak lain. Pembuat dan pemasang nisan baru dengan tarikh yang sudah teramat tua di areal tersebut sepertinya melupakan kaidah local tentang bentuk nisan yang lazim dipakai, tapi usaha nya patut di appresiasi. Menjadi semakin penasaran mengingat begitu akuratnya tarikh tahun yang ditulis di masing masing makam, pastinya si pemasang memiliki sumber sejarah yang mumpuni.

Empat nisan bertarikh yang sama tahun 1792 (abad ke 18), dua nisan bertarikh abad kw 17, lima nisan dari abad ke 16, tiga nisan dari abad ke 15, satu nisan dari abad ke 13 dan yang paling menarik adalah adanya satu nisan yang bertarikh tahun 482 atau abad ke 5 masehi.  Bila itu benar boleh jadi makam itu sebagai (salah satu) makam paling tua di tanah Sumatera.

Dari Ahli Waris

Sejauh ini saya tidak (atau belum) menemukan sumber di kampung halaman yang mampu membeberkan secara akurat tentang hal hal yang sudah disebutkan tadi, sampai dua hari setelah berziarah kesana seorang teman lama berkunjung ke rumah dan ahirnya mengakui bahwa dialah yang memasang nisan nisan baru lengkap dengan nama dan tahun tersebut sekitar dua tahunan yang lalu. Dan dia mengaku bahwa semua sumber data dia dapatkan langsung dari ahli waris atau keturunan dari yang bermakam di Gobah tersebut. Karena si ahli waris kini masih menetap di Surabaya beliau menitipkan hal tersebut ke teman lama yang satu ini.

Bahasan menjadi manarik karena topik satu ini terbilang sangat jarang dibicarakan atau setidaknya belum pernah kudengar sebelumnya. Sekian tahun lalu di kelurahan Gelumbang masih sempat mengikuti satu kali perayaan yang disebut “sedekah pedusunan” sebuah acara yang sebenarnya untuk memperingati berdirinya kampung tersebut dengan salah satu seremoninya adalah ziarah beramai ramai ke makam leluhur, saat itu ziarah ke gobah makam di Talang Manyan. Dalam kata sambutan yang disampaikan oleh tokoh setempat saat acara pun tidak membeberkan apalagi mengulas tentang sejarah kampung dengan jelas. Acara sedekah pedusunan itupun kini menghilang.

Lebih menarik lagi ketika kawan lama ku itu menjelaskan bahwa dari informasi yang didapatkannya, Raden Mardin Wiharjo yang bermakam di Gobah junjungan dusun merupakan pendatang dari kerajaan di tanah Jawa dari trah Hamengkubuwana I Raja Mataram. Sampai dititik tersebut setidaknya memberikan penjelasan bahwa memang sejak awal berdiri-nya kampung tersebut, penduduk Gelumbang sudah memeluk agama Islam. mengingat Mataram sendiri memang merupakan kerajaan Jawa meneruskan tahta Kesultanan Pajang dan Demak. Diskusi malam itu memang terlalu singkat untuk membahas detil termasuk tarikh tahun yang ditulis di masing masing makam.

Rupa bumi yang mulai berubah

Para pendiri kampung tersebut dulunya datang melalui jalur sungai hingga ahirnya tiba di tanah yang kini menjadi kelurahan Gelumbang. Hanya saja sungai yang dulu mereka gunakan sebagai jalur transportasi utama itupun sudah lenyap sejak berpuluh tahun yang lalu, yang tersisa hanya rawa rawa yang biasa disebut rawang. Yang semakin hari semakin menciut karena erosi, pendangkalan hingga pengurukan dan mulai diperjualbelikan oleh beberapa individu kepada individu lainnya hingga mulai marak pendirian bangunan dilahan yang semestinya dikonservasi sebagai badan air.

Makam sesepuh Gelumbang di Talang Manyan. konon bernama Raden Kuning.
Di seberang gobah (Makam) junjungan dusun itu yang (dulunya) terpisah oleh sungai (dan kini sudah menjadi rawa rawa) terdapat satu gobah lagi di tempat bernama Talang anyan yang berisi satu makam yang konon merupakan makam dari Raden Kuning. Beliau juga merupakan salah satu sesepuh pendiri kampung. Beberapa meter dari makam itu juga terdapat makam tanpa nisan tanpa gobah selain berupa gundukan tanah yang diyakini sebagai makam Bujang Juera. Juera dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan sebagai Juara, tapi dalam bahasa Belida, Juera (juga) bermakna sebagai Bandit, Pencuri, Jawara, biang kerok. Hanya saja konon beliau dipanggil Bujang Juera karena memang pencapaiannya yang Juara dalam segala hal. Wallohua’lam Bissahawab.

Menyibak sejarah masa lalu yang sudah berlalu berabad abad memang bukanlah hal yang mudah, apalagi bila sumber yang ada hanyalah berasal dari sumber lisan yang disampaika turun temurun layaknya sebuah tutur tinular. Kebanyakan dari hal seperti itu hanya dianggap sebagai sebuah dongeng, legenda hingga mitos belaka. Sementara pembuktian secara ilmiah sudah barang tentu membutuhkan waktu dan dana yang tidak sedikit.***

Thursday, August 22, 2013

Habis Terang Terbitlah Gelap, Terang, Gelap . . . . .

G#&@R...
Lima belas hari berada di kampung halaman di kelurahan Gelumbang, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan, sudah seperti berada di kampung orang lain bersama dengan begitu banyak teman satu etnis dan bahasa, maklum kampung ku yang kukenal dulu sudah berubah, lebih dari setengah penduduknya (sudah) tak mengenalku dan tak kukenal karena memang merupakan para pendatang dari berbagai daerah yang berangsur mengubah landskap kampung ku yang sunyi ketika kutinggalkan di awal 90-an.

Waktu telah mengubah begitu banyak hal, bangunan pertokoan mulai menyesaki tiap tepian ruas jalan. Lahan perkebunan karet yang dari dulu hingga kini masih menjadi primadona mata pencaharian sebagian penduduknya, perlahan tapi pasti semakin jauh bergeser dari pemukiman. Lahan kosong perlahan tapi pasti mulai (segera) menjadi barang langka.

Tapi satu hal yang tak berubah sejak kutinggalkan dulu, apa an tuh ? itu loh urusan penerangan alias pasokan listrik yang tetap saja habis gelap terbitlah terang, lalu gelap lagi, terang lagi, gelap lagi alias byar pet, mati idup mati, nyala padam tak kenal waktu, sesukanya atau dalam bahasa setempat disebutnya “mati lampu tak keroan rutu”.

Ternyata kalimat putus asa atas sebuah perubahan ke arah lebih baik yang seringkali terucapkan dalam nada galaw  “nyatanya banyak hal yang memang seakan enggan berubah” itu berlaku untuk layanan publik yang satu ini di kampung halamanku.

Masyarakat disana pun terkesan apatis, entah karena memang sudah membuka ruang permakluman yang teramat luas tanpa batas bagi layanan sangat tak memuaskan itu atau karena memang sudah terlalu capek komplain sana sini tanpa perbaikan berarti atau “jangan jangan” karena terlalu takut bersuara hingga nrima saja, entahlah.

Beberapa rumah tangga dan pelaku usaha lebih memilih mencari solusi sendiri dengan memasang generator listrik sebagai sumber pasokan listrik alternatif, yang lainnya pasrah dengan nyala lilin dan penerangan tradisional lainnya.  Beberapa lainnya berkomentar seadanya ketika diajak bicara perkara tersebut. Seakan terlalu rumit untuk sekedar menyampaikan uneg uneg kekecewaan atas layanan tak becus itu.

Lima belas hari di kampung halaman tak pernah sehari pun luput dari padam listrik, tanpa kenal waktu, dan tak seharipun yang luput dari padam lalu nyala lagi berkali kali. Bisa anda bayangkan bila satu dari tiga jagoan dan keponakan kecil ku yang kuantar berbarengan ke tukang cukur beberapa hari jelang lebaran terpaksa mengeluh panjang pendek karena dipaksa “menikmati sementara” kepala berambut separo” akibat pasokan listrik yang mendadak terhenti saat proses pangkas rambut berlangsung.

Itu kisah keponakanku, dan ahirnya akupun mengalami hal yang sama harus menyelesaikan pangkas rambut dengan bantuan penerangan cahaya senter di malam hari karena generatornya yang tak siap menyala sementara rambutku sudah terpangkas separoh saat listrik padam mendadak. Jiahahahahh, sebuah pengalaman yang benar benar unik mengingat listriknya baru menyala lagi berjam jam setelah aku selesai mandi.

Dan yang paling menyesakkan banyak orang, tatkala listrik pun tak kunjung menyala dari sore hingga lewat tengah malam di malam hari hari raya idul fitri, tak pelak lagi, masjid jamik Babussalam dan langgar (mushola) yang pasokan listriknya hanya mengandalkan PLN itu sunyi senyap dan bisu dari gempita gema takbir dan tentu saja gelap gulita.

Listrik memang memiliki kisah panjang di kampung halamanku itu. Listrik masuk kesana seakan tanpa angan angan. Di awal tahun 80-an listrik telah mengalir kesana tapi bukan dari PLN tapi dari pembangkit listrik sederhana milik pribadi yang kemudian ditawarkan kepada beberapa penduduk kampung hanya untuk penerangan di malam hari. Sampai kemudian waktu kampanye pemiliu tiba, iming iming pasokan tenaga “listrik seperti di kota” pun berhembus dari caleg partai penguasa saat itu.

Dan benar saja ketika pemilu usai proyek pemasangan tiang listrik benar benar digelar  tapi “hanya di 2 dari 3 kampung” yang ada disana. Tiang listrik dipancangkan mulai dari kantor PLN tak jauh dari kantor camat Gelumbang (kini menjadi kantor lurah Gelumbang) yang masuk wilayah kampung satu alias kampung laut bagian hulu hingga ke depan pejEratan (komplek pemakaman) di hilir, lalu membentang juga di sepanjang ruas jalan Kampung Dua alias di Kampung Derat, hingga ke tepian rel kereta api di kampung Tiga alias Kampung Kalangan tapi tidak masuk ke Kampung Kalangannya lho.

Loh kok tidak masuk hingga ke kampung Kalangan sih ?. itu pertanyaanku kala itu yang masih anak anak menjelang remaja. Konon itu terjadi karena masyarakat Kampung Kalangan “tidak pro” Partai Pemerintah dalam pemilu yang baru lalu. Karena memang janji pasokan listrik di berikan bila “partai pemerintah” menang dan paska pemilu usai ternyata Partai Pemerintah hanya menang di Kampung Laut dan Kampung Derat, sedangkan di Kampung Kalangan partai itu mengalami kekalahan telak. Seingatku memang kala itu kampung Kalangan merupakan wilayah hijau royo royo, wajarlah bila masyarakat disanapun memilih warna yang sama dari tiga warna yang ada saat nyoblos.

Lagi lagi seingatku, tiang yang dipancang tidak langsung digandoli dua helai kabel telanjang, cukup lama menganggur setelah dipancangkan dan pasokan listrik benar benar mengalir ke rumah rumah penduduk paska kemenangan pemilu berikutnya saat saya sudah duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama Negeri Nomor Satu Gelumbang dan dengan penuh semangat membantu Bapak-ku menambah instalasi listrik di dalam rumah karena pihak PLN hanya memasang tiga titik lampu listrik untuk setiap rumah tangga.

Memang riang gembira dengan adanya listrik, malam hari terasa lebih berdenyut karena tak lagi terlalu seram meski di belakang rumah dan sebagian besar wilayah sekitar kampung masih berupa kebun kosong yang menghutan hingga hutan lebat tak bermanusia.  Judul buku nya R.A Kartini “Habis gelap terbitlah terang” benar benar terasa harpiah di kampungku kala itu.  Akupun sudah tak ingat lagi apakah Bapak-ku waktu itu membayar atau tidak untuk proses penyambungan kabel listriknya ke rumah dari tiang nya yang dipancangkan bukan di sisi jalan raya tak bertrotoar itu, tapi “se-enaknya” ditancapkan di dalam pagar halaman.

Yang pasti, pasokan listrik hanya di alirkan pada malam hari sejak jelang magrib hingga bakda subuh jelang terbit matahari. Lumayanlah. Warga di dua kampung juga merelakan pohon pohon buah milik mereka dipangkas hingga di tebang demi “membentang” kabel listrik, mereka juga “rela” pekarangan mereka di sisi jalan raya ditancapi tiang listrik tanpa harus dibayar.

Masyarakatnya juga sudah sangat senang dengan pasokan listrik dari generator PLN dan kadangkala juga padam karena rusak atau sedang berganti pembangkit dari generator yang satu ke generator berikutnya. Sangat jarang terdengar keluhan ketika listrik padam dengan kode dua atau tiga kali kedipan meski mereka sedang asik nontong bareng tivi tetangga yang sengaja diletakkan di jendela yang terbuka untuk ditonton bersama. Paling paling terdengar komentar “ai PLN dang nak ngisik minyak”.

Ketika jaringan yang dipasang semakin meluas hingga ke kampung tetangga, intensitas padamnya pasokan secara mendadak mulai semakin intens karena jaringan kabel yang ditimpa dahan pohon yang tumbang atau patah akibat hembusan angin dan hujan, karena gensetnya rusak, sampai kemudian mulailah muncul istilah PLTU alias Perusahaan Listrik Takut Ujan, karena tiap kali hujan deras tiba dipastikan aliran listrik akan bermasalah. Awal tahun 90-an kutinggalkan kampung halamanku dan tak rutin kembali kesana. Nyatanya hingga tahun 2013 ini tradisi mati lampu itu masih mentradisi. Wueleh weleh.

Bila dulu listrik masuk ke kampungku “dibawa” oleh para caleg partai penguasa yang semuanya adalah para tetua dan tokoh kampung yang seumur atau lebih tua dari bapak ku. Kini para Caleg dan Aleg nya adalah mereka yang segenerasi denganku, termasuk teman sekelas hingga “isi rumah” sendiri. Tapi sepertinya issue “mati lampu” terlalu receh untuk menjadi topik obrolan apalagi untuk ditawarkan, mungkin karena masalah itu memang ngeri ngeri sedap atau memang tak ada sedapnya sama sekali. Uentahlah. 

Yang pasti nih ye, ketika listrik padam, bukan orang kere dan rakyat jelata yang mungkin terlalu takut bersuara saja yang kena dampaknya tapi mereka yang terpilih menjadi pelindung, pengayom, wakil, hingga  tokoh dan pemimpin masyarakat pun terkena dampaknya, jadi jangan bilang isu itu tak tertangani atau belum sempat ditangai atau belum sempat ditindaklanjuti karena mereka yang selayak tahu belum mengetahui hal itu selama belasan tahun adalah sesuatu yang teramat mustahil. Atau mungkin sudah sama sama tahu jadi memutuskan mari sama sama nrimo dan nikmati saja. Wallohua’lam.

Thursday, August 1, 2013

[foto] ASIKNYA DAPAT UNDIAN TOYOTA nYARIS, HUEKS !

Sore hari lagi bokek dapat sms undian dari PT. MKIOS. Wew Keren Banget !.
Nomor pengirimnya +6285236523604. Lengkap dengan nomo PIN Undian beserta alamat situsnya. Mantab nih buat modal mudik lebaran. Huasix abis dah pokokna mah.

Ada alamat web-nya tuh, kunjungi ahhhhhhh
Mari kita kunjungi laman situsnya di http://hadiahkejutan-mkios.webs.com/ seperti yang disebutkannya itu dan hasilya memang luar biasa menyaki(N/T)kan. Nomor pin milik Ane dapat hadiah satu unit Toyota Yaris, Brow. Wedew. Mauntabnya Pol. Lebaran Boil anyar. WOW.

Sudah lihat nomor pin milik ku kan, cocok toh dengan yang di SMS.
Awas hati hati penipuan loh. Jelajahi dulu isi situsnya bener gak tuh ?. 


isinya standar
isinya standarlah Brow, ada syarat dan ketentuan. termasuk bayar ini bayar itu. Loh kok bayar ?. Ya iyalah haree gini maunya gratis. Pipis aja kudu bayar seceng. Iya Khan ?

Para pendukungnya para petinggi Brow.
Situsnya itu juga bilang, acara mereka di dukung oleh Jokowi - Ahok, Kabdid Humas Metro Jaya dan Dirjen Pajak, Brow. Beneran ini . . . . (kayaknya). Ane memang beruntung nih. 

Sesuai dengan petunjuknya "hati hati penipuan", maka mari kita ketikkan kata "penipuan pt. mkios" ke embah gugle dan hasilnya, lebih muantab lagee.


Temuan Mbah gugle, Lebih Muantab !
Mbah Gugel menyajikan sederet temuan, tentang topik itu. Kita klik salah satu sajalah biar gak kelamaan. Ambil yang paling atas di blog daftarpenipu.blogspot.com, di jabarkan di jatimkan di jatengkan dan di sumsel kan panjang lebar disana, ujungnya adalah . . . . . . .

NIPUUUUUUUUUUUUUUU
Ya sudahlah. Susah nemu orang baik itu sudah biasa, lebih susah lagi nemu orang baik yang mau bagi bagi mobil saat dibutuhkan buat mudik lebaran, apalagi plus dengan supri dan ongkosnya. Gubrax.

-----------------------------------
Follow akun instagram kami di @masjidinfo |  @masjidinfo.id  | @hendrajailani
------------------------------------

Baca Juga

Sunday, July 28, 2013

Salam, Apa Pentingnya Sih ?









Assalamualaikum wr wb.

Ada yang tahu pasti kepada siapa kita tujukan salam kita ke kanan dan ke kiri di penghujung setiap sholat kita ?, Tidak tahu ya !. tidak apa apa bila memang tidak tahu, karena saya hanya ingin mengingatkan bahwa “betapa kita pun memberi salam kepada yang kita tidak tahu” semestinya kita akan menebarkan salam kepada yang kita sudah tahu bahwa dia adalah tetangga kita, orang tua kita, guru kita, atasan kita, kolega kita, bawahan kita dan lain sebagainya.

Mengucapkan salam di penghujung setiap sholat kita itu merupakan rukun terahir sholat alias salah satu syarat mutlak syahnya sholat, begitu pentingnya salam sampai sampai sholatpun tidak syah tanpanya. Alangkah indahnya dunia ini bila sesama kita senantiasa saling mengucapkan salam. Dan salam itu merupakan doa, dengan menebar salam kita telah saling mendo’akan.

Salam ke kiri dan ke kanan itu kita lakukan setidaknya 5X sehari semalam, artinya 5X sehari semalam kita di ingatkan untuk senantiasa lihat kiri dan kanan, lihat sekitar kita. Bukankah baginda rosul pernah bersabda “bukan dari golonganku mereka yang tidur lelap di malam hari dengan perut penuh makanan sementara tetangganya kelaparan”, itu hanya bisa terjadi bila kita lupa untuk lihat ke kiri dan ke kanan, lupa untuk melihat sekitar kita.

Lebih jauh lagi, juga mengingatkan kita akan kepekaan sosial, mencegah tumbuh kembangnya sikap individualistis, hanya mementingkan kepentingan pribadi atau golongannya sendiri dan melupakan kewajiban untuk senantiasa melihat ke kiri dan ke kanan. Lupa untuk menimbang diri, jangan jangan orang lain terzolimi akibat ketidakpedulian kita, akibat ketidakpekaan kita.

Lima kali sehari kita di ingatkan bahwa kita adalah bagian dari mahluk sosial, mahluk yang tidak bisa hidup sendiri, bahwa kita adalah bagian dari sebuah komunitas masyarakat. Ketika kita menyadari bahwa kita adalah bagian dari masyarakat kita di hadapkan satu sunnatullah bahwa manusia itu beragam, tidak sama satu sama lainnya.

“Sesungguhnya telah Kuciptakan kalian sebagai lelaki dan perempuan dan Ku-jadikan kalian berbangsa- bangsa dan bersuku-suku bangsa agar saling mengenal (inna khalaqnakum min dzakarin wa untsa wa ja‘alnakum syu‘uban wa qabaila li ta’arafu). Mahluk sosial tidak akan mengingkari adanya perbedaan, mengingkari perbedaan yang ada sama saja dengan menentang sunnatullah

“Berpeganglah pada tali Allah secara keseluruhan dan jangan terpecah belah (wa'tashimu bihablillah jami'an wa la tafarraqu).”

Lima kali sehari juga kita di ingatkan akan kesetaraan satu dengan yang lainnya. Saat kita salam ke kanan dan ke kiri kita dipaksa untuk melihat siapa yang ada disekitar kita. Dan semestinya kita sadar bahwa kita semua setara. Jangan lupa bahwa, siapapun anda, berapapun jumlah bintang di pundak anda tak ada bedanya dengan rakyat jelata, sama saja harga kening dan muka anda yang begitu terhormat itu dengan kening dan muka rakyat jelata, sama sama lebih rendah dari pantat saat bersujud padanya.

Lalu hal mana lagi yang ingin disombongkan ?. Salam ke kanan dan ke kiri di ahir setiap sholat kita mengingatkan kita untuk membuang jauh jauh sifat sombong, angkuh, gila kuasa, gila hormat, iri denki dan berbagai penyakit hati lainnya. Itupun bila mata kepala dan mata hati dipakai sebagaimana mestinya. Karena seperti selalu saja Allah mengingatkan dengan kalimat “bagi mereka yang mau berfikir”.

wassalamualaikum

-----------------------------------
Follow akun instagram kami di @masjidinfo |  @masjidinfo.id  | @hendrajailani
------------------------------------

Baca Juga