Sunday, April 14, 2019

IYA KAU BENAR




Iya Kau Benar, bahwa siapapun presiden, wakil presiden ataupun anggota dewan-nya, urusan makan masih harus nyari sendiri. Urusan nafkah anak istri kita masih harus banting tulang memeras keringat sendiri.
.
Iya kau benar, mungkin nantinya juga bakalan tidak akan dapat apa apa dari yang kami bantu & kami bela dengan sukarela, bahkan barangkali mereka juga akan lupa untuk sekedar mengucapkan terimakasih.
.
Kami sadar bahwa kau benar.
.
Hanya saja bagi kami berjuang itu adalah kewajiban, walaupun mungkin apa yang kami lakukan tidaklah seberapa dan bukan apa apa. Kami melakukannya bukan untuk sekedar kebutuhan sejengkal perut kami. Bukan juga sekedar untuk kami atau generasi kita saat ini. Bukan juga untuk segudang jempol dan pujian.
.
Sekedar melakukan sesuatu yang kami mampu, siapa tahu suatu hari hari nanti, anak & keturunan kami paling tidak akan mengenang bahwa kami memang pernah ada di dunia ini dan pernah melakukan sesuatu yang kami anggap baik untuk mereka.
.
Untuk sekedar memberikan lebih banyak pilihan yang lebih baik bagi hidup mereka nanti. Semoga.
  
-----------------------------------
Follow akun instagram kami di @masjidinfo |  @masjidinfo.id  | @hendrajailani
------------------------------------

Baca Juga

Dan Tentang Sepasang Sendal Jepit
Ibukota yang ditinggalkan
BULAN MARET 95 TAHUN YANG LALU

Friday, April 5, 2019

Sudah Lupakah Kau?

Bukankah . . . . . . . 

Ketika kau berujar dengan nyinyir dalam nada merendahkan salah satu paslon yang menerima pemberian dari rakyat jelata dan berbagai kalangan dengan menyebutnya sebagai penerima saweran.
.
Tidak tahu kah kau bahwa dari tiap lembar rupiah yang sebagian sudah lusuh, lembab dan bau keringat itu, ada do’a, ada munajat, ada harapan yang dipanjatkan kepada yang maha memiliki kekuasaan, do’a yang tak lagi mampu di ucapkan dengan lisan.
.
Sudah lupakah kau?, bahwa Pemimpin besar revolusi, Panglima tertinggi angkatan perang, Pemegang amanat rakyat, Paduka yang mulia Soekarno, pernah datang ke Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh di Nangroe Aceh Darussalam dan menerima hal yang serupa itu dari para Tengku, dari para Teuku dari para tokoh, dari para bangsawan hingga rakyat jelata yang menyerahkan dengan penuh ikhlas harta yang mereka punya, perhiasan yang mereka pakai untuk modal perjuangan paduka.
.
Ketika kau mencemooh seorang nenek yang dengan berurai air mata, merangsak dari tengah kerumunan masa, menghampiri satu paslon lalu merangkulnya membisikkan harapan, menitipkan anak cucu dan keturunannya, menitipkan tanah air tumpah darahnya.
.
Tidak tahu kah kau betapa berat hidup rakyat jelata sepertinya, betapa risau hatinya dengan keadaan yang kini terjadi, betapa khawatirnya dengan masa depan anak cucu dan keturunannya kelak.

Sudah lupakah kau, bahwa seorang wanita di usia yang nyaris sama juga pernah sampai bersipuh memeluk kaki Paduka, menitipkan harapan yang sama. Sudah lupakah kau bagaimana jejeran panjang rakyat berbagai kalangan diantaranya rela bersipuh dipinggir jalan menyambut kedatangan paduka kemanapun beliau pergi, demi menyampaikan aspirasi dan harapan yang serupa?
.
Ketika kau nyinyir dan mencemooh seorang petani yang sampai menangis menyampaikan keluh kesahnya kepada salah satu paslon dengan menyebutnya sebagai “sandiwara”. Tidak tahu kah kau betapa sulitnya hidup para petani yang hasil bumi sandaran hidup mereka sudah nyaris tak berharga. Sudah lupakah kau bahwa Paduka bahkan pernah mengabadikan nama seorang petani yang pernah dijumpainya untuk menamai sebuah gerakan masyarakat bawah?.
.
Mungkin kau juga akan nyinyir dan mencomooh ini dengan menyebutnya bahwa kedua peristiwa itu terjadi diwaktu dan suasana yang sama sekali berbeda. Tahu kah kau bahwa sejarah dunia ini hanyalah pengulangan dan pengulangan dari yang pernah terjadi sebelumnya di dimensi dan waktu yang berbeda.
.
Sudah lupakah kau bahwa tak ada satu peristiwa pun yang terjadi begitu saja melainkan ada sebab musababnya, ada tanda tandanya, ada ciri cirinya, ada pesan yang begitu samar disampaikan sebelum semuanya benar benar terjadi.
.
Tidak sadar kah kau bahwa kenyinyiranmu, cemoohanmu telah merendahkan martabat saudaramu sendiri sebangsa dan setanah air, telah mengingkari pesan paduka, “Jangan sekali kali melupakan sejarah”.
.
Sudah lupakah kau?. 

-----------------------------------

Wednesday, April 3, 2019

Mengenang Almarhum Haji Nazori

Haji Nazori Bin Haji Ja'i

Masa kecil di kampung dulu, bila ada orang yang suka ngasih hadiah untuk anak anak yang belajar ngaji di masjid Jami’ Babussalam Gelumbang, itu Haji Nazori Bin Haji Ja’i, namun seisi kampung terbiasa memanggilnya Haji Otol, kami yang masih anak anak memanggilnya Nek Otol. Hampir setiap menjelang lebaran anak anak yang belajar ngaji di Masjid akan mendapat hadiah dari beliau, kids jaman now menyebutnya Te-ha-er. Begitupun bagi anak anak yang sudah berhasil mengkhatamkan belajar Al-Qur’an 30 Juz.
.
Beliau menghabiskan waktunya mengurus masjid Jami’ Babussalam yang berseberangan dengan kediaman sekaligus toko beliau di simpang empat Gelumbang, hingga ke usia senja-nya. Bahkan uang klaim asuransi jasaraharja mendiang putranya pun disumbangkan untuk pembangunan masjid tersebut.
.
Masjid itu kini sudah berubah total, menjadi masjid yang lebih modern. Namun jasa beliau tak kan pernah kami lupakan. Saat kami masih duduk di bangku sekolah dasar beliau bersama almarhum kakek kami (Idrus bin Topa) dan teman temannya berinisiatif membangun pesantren untuk mengajarkan baca tulis hurup arab kepada anak anak kampung secara gratis, di sore hari sepulang dari sekolah umum.
.
Beliau juga membagikan buku tulis beserta alat tulisnya juga secara gratis kepada seluruh anak anak yang mau ikut belajar disana, bangunan gedung pesantren semi permanen itu pertama kali dibangun di lahan diseberang SDN 1 Gelumbang, namun kurang dana perawatan sampai kemudian roboh. Proses belajar mengajar dilanjutkan dengan menumpang gedung sekolah Muhammadiyah diseberang komplek pemakaman umum Gelumbang.
.
Kami akui sebagian besar anak anak yang sezaman dengan kami, bisa baca tulis hurup arab dari sekolah tak resmi itu. Paman kami, Haji Sadikin Djailani yang kini menjadi bagian MUI kecamatan Gelumbang, merupakan salah satu relawan pengajar tanpa imbalan apapun di sekolah tak resmi itu bersama teman teman seangkatannya.
.
Sudah begitu jauh dan begitu lama tanah kelahiran kami tinggalkan, belasan tahun setelah itu, ketika pertama kali tiba Cikarang tak dinyana kami sempat bertemu dengan orang lain kampung lain suku yang ternyata semasa kuliahnya pernah KKN di kecamatan Gelumbang dan mengenal baik Haji Nazori, bagaimana beliau bertutur merasa begitu banyak dibantu oleh beliau semasa KKN di Gelumbang. Senang rasanya bertemu dengan orang luar yang mengenal kampung kami berikut para tokohnya.
.
Satu persatu orang orang sepuh yang pernah kami kenal dan berjasa telah berpulang ke rahmatullah. Pertemuan di lebaran yang lalu menjadi pertemuan terahir dengan beliau. Jarak dan waktu juga kesempatan membuat kami tak dapat hadir di pemakaman beliau.
.
Semoga Allah mengampuni segala dosa dan kesalahannya baik yang disengaja maupun tidak disengaja, melipatgandakan pahalanya, dibebaskan dari siksa kubur, ditempatkan bersama para Anbiya dan syuhada, dan tiba waktunyanya nanti semoga kita semua dikumpulkan ALLAH di Syurga NYA.
.
Aamiin Yaa Robbal Aalamiin.

-----------------------------------
Follow akun instagram kami di @masjidinfo |  @masjidinfo.id  | @hendrajailani
------------------------------------

Baca Juga