Cempaka / kantil / Jeumpa
|
Dalam bahasa Aceh Jeumpa bermakna Cempaka yang merupakan
nama bunga dan juga nama lain dari Negeri Campa. Negeri Campa dikenal secara
luas sebagai sebuah Negara dalam bentuk kerajaan pertama di kawasan Indocina
dan asia tenggara. Sekaligus sebagai Negara Islam pertama di kawasan terebut.
Di tanah aceh pernah berdiri sebuah kesultanan dengan nama
Jeumpa. Ibukota kerajaan berada di lokasi yang kini dikenal sebagai desa Blang
Sepeung, Kecamatan Jeumpa, Kabupaten Bireun, propinsi Nangroe Aceh Darussalam. Meski
sejarah keberadaan kesultanan ini terbagi dalam beberapa versi namun semuanya
merujuk kepada satu kesimpulan yang sama bahwa di Aceh memang pernah ada
kesultanan bernama Kesultanan Jeumpa.
Berdasarkan hasil penelusuran sejarah oleh sejarawan Aceh M
Adli bersama TV Al-Hijrah (Malaysia) Kekalahan Campa menghadapi serbuan cina
(atau mungkin yang dimaksud adalah serbuan Dai Viet) membuat sebagian besar rakyat
dan Raja Campa mengungsi ke wilayah Kesultanan Samudera Pasai.
Pasai menerima kedatangan mereka dengan tangan terbuka dan
mengizinkan mereka membentuk komunitas termasuk membentuk pemerintahan sendiri,
orang Aceh kemudian menyebut nya dengan Kesultanan Jeumpa. Dimasa kini mungkin
setara dengan pemerintahan propinsi, di dalam wilayah Kesultanan Samudera
Pasai.
Kecantikan gadis gadis jeumpa ini yang (konon) menginspirasi
pemuda pemuda aceh memuji ataupun merayu mereka dengan kidung “bungong jeumpa,
bungong jeumpa, mekar di aceh……dan seterusnya’ yang arti harpiahnya “Bungong jeumpa, bungong jeumpa meugah di
Acèh. . . . . . . .” dan pujian itu sepertinya bukanlah pujian kosong dari
bujang yang sedang kasmaran pada bunga desa Jeumpa yang kecantikannya tidak
saja kecantikan fisik semata tapi juga cantik pula ruhani-nya.
Menelusur perjalanan sejarah, kita memang akan menemui
begitu banyak keterkaitan sejarah Negeri tercinta ini dengan Campa. Sejarah
para wali songo, majapahit, Palembang, Pajajaran, Demak, Cirebon dan masih
banyak lagi. Di tanah Jawa saja kita akan menemui begitu banyak situs sejarah
yang oleh masyarakat setempat disebut sebagai “makam / maqom putri cempo”,
cempo yang dimaksud adalah campa.
Salah satu istri Prabu Brawijaya V dari Majapahit adalah
seorang muslimah Campa yang setelah menjadi istri Sang Prabu, menetap di
Palembang dimasa pemerintahan adipati Ario Damar, meski banyak juga pendapat
yang menyatakan bahwa istri Prabu Brawijaya V ini berasal dari daratan
Tiongkok. Dari bungong Jeumpa ini lahir putra Brawijaya yang dikemudian hari
dikenal dengan nama Raden Fatah.
Dengan sokongan penuh dari para wali, Raden Fatah kemudian
mendirikan Kesultanan Demak yang menandai berahirnya sejarah Majapahit.
Sepanjang hayat nya putri cempo “menemani” putranya berdakwah hingga ahir
hayatnya, beliau wafat dan dimakamkan di dekat pasujudan Sunan Bonang di desa
Bonang Lasem.
Putri cempo yang menjadi istri Prabu Brawijaya ini memang
dikisahkan dalam banyak versi namun memiliki benang merah yang sama. Yakni
bahwa beliau memiliki keterkaitan dengan Sunan Bonang, Sunan Ampel, Prabu
Brawijaya V, Adipati Ario Damar dan Raden Fatah.
Bungong Jeumpa juga mewarnai sejarah di bagian barat pulau
Jawa. Dari pernikahan Prabu Siliwangi Sri Baduga Maharaja dengan Subang Larang,
santriwati pondok Quro – Karawang yang dibina oleh Shekh Hasanudin. Lahir putra
pertamanya yang bernama Raden Walangsungsang atau lebih dikenal dengan Pangeran
Cakrabuana. Dalam perjalanan pulangnya dari ibadah haji, Pangeran Cakrabuana
singgah untuk berguru agama di Campa. disana beliau berguru kepada Syekh Ibrahim
Akbar yang di Jawa disebut Sekh Jatiswara, dan kemudian memperisitri Nyai Retna
Rasajati (Nyai Gedeng Kalisapu), putri Sekh Jatiswara.
Pangeran Cakrabuana dikenal sebagai pendiri Cirebon dengan
gelar Sri Mangana, kekuasaanya di Cirebon kemudian diserahkan ke Keponakannya
yang bernama Syarif Hidayatullah, dikemudian hari dikenal dengan nama Sunan
Gunung Jati. Salah satu Istri Sunan Gunung Jati yang bernama Putri Ong Tien
yang kemudian berganti nama menjadi Nyi Ratu Rara Semanding, juga berasal dari Campa.
Adik bungsu Pangeran Cakrabuana, bernama Raja Sagara atau
lebih dikenal dengan nama Kiang Santang, dikemudian hari menyusul kakaknya ke
Cirebon. Setelah menunaikan Ibadah Haji berganti nama menjadi Haji Mansur.
Seperti abangnya Haji Mansur juga singgah di Campa dan juga menikah dengan
seorang putri Campa bernama Nyai Kalimah.
kuncup kantil
|
Beberapa kisah diatas tentunya tidak selengkap dan sebenar
aslinya. Negeri campa memang sudah lama sekali hilang dari peta bumi sejak
Negara itu runtuh. Bekas wilayah Negara ini membentang dibagian tengah hingga
ke selatan di wilayah yang kini dikenal sebagai Negara Vietnam. Muslim campa
terdiaspora ke berbagai wilayah di indocina hingga ke Aceh. (lengkapnya baca: Campa,
Negara Islam Pertama di Asia Tenggara).
Jeumpa hanyalah salah satu sebutan bagi Campa. di Nusantara
kadang kadang nama Campa juga disebut sebagai Cempa kadangkala disebut juga
sebagai Cempaka. Entah kebetulan atau memang begitu adanya, di nusantara ini
nama cempaka seperti hal nya Kamboja, adalah juga nama bunga. Dan seperti yang
disebut dalam kidung bungong Jempa tadi “……..Puteh kuneng dicampur mirah . . .
. .” bunga cempaka memang terdiri dari cempaka putih, cempaka kuning dan
cempaka merah.
Di tanah Jawa, bunga cempaka kuning lebih dikenal dengan
nama bunga Kantil. Bunga yang wanginya memang semerbak, dan telah digunakan
sejak masa jawa kuno sebagai pengharum mahligai raja hingga mahligai pengantin,
yang semuanya terkait dengan prosesi dan ritual. Sampai sampai kemudian bunga
semerbak mewangi ini di identikkan dengan klenik, mahluk halus dan aroma mistis
lainnya. Padahal cempaka adalah cempaka yang semerbak mewangi seperti halnya si
“bungong jeumpa” . . . . . .
-----------------------------------
Follow
akun instagram kami di @masjidinfo
| @masjidinfo.id
| @hendrajailani
------------------------------------
Baca Juga
No comments:
Post a Comment