Sunday, July 28, 2013

Salam, Apa Pentingnya Sih ?









Assalamualaikum wr wb.

Ada yang tahu pasti kepada siapa kita tujukan salam kita ke kanan dan ke kiri di penghujung setiap sholat kita ?, Tidak tahu ya !. tidak apa apa bila memang tidak tahu, karena saya hanya ingin mengingatkan bahwa “betapa kita pun memberi salam kepada yang kita tidak tahu” semestinya kita akan menebarkan salam kepada yang kita sudah tahu bahwa dia adalah tetangga kita, orang tua kita, guru kita, atasan kita, kolega kita, bawahan kita dan lain sebagainya.

Mengucapkan salam di penghujung setiap sholat kita itu merupakan rukun terahir sholat alias salah satu syarat mutlak syahnya sholat, begitu pentingnya salam sampai sampai sholatpun tidak syah tanpanya. Alangkah indahnya dunia ini bila sesama kita senantiasa saling mengucapkan salam. Dan salam itu merupakan doa, dengan menebar salam kita telah saling mendo’akan.

Salam ke kiri dan ke kanan itu kita lakukan setidaknya 5X sehari semalam, artinya 5X sehari semalam kita di ingatkan untuk senantiasa lihat kiri dan kanan, lihat sekitar kita. Bukankah baginda rosul pernah bersabda “bukan dari golonganku mereka yang tidur lelap di malam hari dengan perut penuh makanan sementara tetangganya kelaparan”, itu hanya bisa terjadi bila kita lupa untuk lihat ke kiri dan ke kanan, lupa untuk melihat sekitar kita.

Lebih jauh lagi, juga mengingatkan kita akan kepekaan sosial, mencegah tumbuh kembangnya sikap individualistis, hanya mementingkan kepentingan pribadi atau golongannya sendiri dan melupakan kewajiban untuk senantiasa melihat ke kiri dan ke kanan. Lupa untuk menimbang diri, jangan jangan orang lain terzolimi akibat ketidakpedulian kita, akibat ketidakpekaan kita.

Lima kali sehari kita di ingatkan bahwa kita adalah bagian dari mahluk sosial, mahluk yang tidak bisa hidup sendiri, bahwa kita adalah bagian dari sebuah komunitas masyarakat. Ketika kita menyadari bahwa kita adalah bagian dari masyarakat kita di hadapkan satu sunnatullah bahwa manusia itu beragam, tidak sama satu sama lainnya.

“Sesungguhnya telah Kuciptakan kalian sebagai lelaki dan perempuan dan Ku-jadikan kalian berbangsa- bangsa dan bersuku-suku bangsa agar saling mengenal (inna khalaqnakum min dzakarin wa untsa wa ja‘alnakum syu‘uban wa qabaila li ta’arafu). Mahluk sosial tidak akan mengingkari adanya perbedaan, mengingkari perbedaan yang ada sama saja dengan menentang sunnatullah

“Berpeganglah pada tali Allah secara keseluruhan dan jangan terpecah belah (wa'tashimu bihablillah jami'an wa la tafarraqu).”

Lima kali sehari juga kita di ingatkan akan kesetaraan satu dengan yang lainnya. Saat kita salam ke kanan dan ke kiri kita dipaksa untuk melihat siapa yang ada disekitar kita. Dan semestinya kita sadar bahwa kita semua setara. Jangan lupa bahwa, siapapun anda, berapapun jumlah bintang di pundak anda tak ada bedanya dengan rakyat jelata, sama saja harga kening dan muka anda yang begitu terhormat itu dengan kening dan muka rakyat jelata, sama sama lebih rendah dari pantat saat bersujud padanya.

Lalu hal mana lagi yang ingin disombongkan ?. Salam ke kanan dan ke kiri di ahir setiap sholat kita mengingatkan kita untuk membuang jauh jauh sifat sombong, angkuh, gila kuasa, gila hormat, iri denki dan berbagai penyakit hati lainnya. Itupun bila mata kepala dan mata hati dipakai sebagaimana mestinya. Karena seperti selalu saja Allah mengingatkan dengan kalimat “bagi mereka yang mau berfikir”.

wassalamualaikum

-----------------------------------
Follow akun instagram kami di @masjidinfo |  @masjidinfo.id  | @hendrajailani
------------------------------------

Baca Juga


Tuesday, July 23, 2013

Falsafah Duren


























Duren adalah buah yang sangat fenomenal, sebagian orang menyebutnya sebagai buah yang sangat lezat rasanya dan gurih, lembut, wangi lagi harum. Cukup tinggi nilai ekonomisnya, tinggi kadar kalorinya, bersih karena terlindung dalam kulit yang kokoh dan garang serta tentunya tidak selalu mudah untuk didapatkan.

Pecinta duren akan rela keliling pasar untuk mencari dan membelinya meskipun harus membayar mahal. Petani atau tepatnya pemilik kebun duren di Sumatera Selatan rela begadang sepanjang malam menunggu buah duren yang matang runtuh dari pohonnya karena memang pohonnya yang sebagian besar puluhan meter tingginya dari permukaan tanah. Mereka bahkan harus adu cepat dengan macan si raja hutan memperebutkan duren runtuh tersebut.

Pedagang duren tidak pernah takut dagangannya tidak laku karena duren tidak pernah lapuk, bila dalam sehari duren tak habis terjual mereka akan membuka kulitnya, mengambil dagingnya dan memasukkan-nya kedalam toples atau guci steril, memberinya sedikit garam dan, duren-pun berubah jadi lauk untuk makan siang yang disebut Tempoyak, orang Bangka menyebutnya Lempok. Tempoyak atau lempok harganya bahkan lebih mahal dari duren-nya sendiri.

Biji duren rasanya terasa nikmat setelah direbus dan dimakan sebagai teman main gapleh di pos ronda atau dibuat kolak bersama daging durennya, rasanya wah nikmat sekali. Kulit duren jangan dibuang begitu saja, bagi orang yang dirumahnya banyak di-diami kutu busuk kulit duren paling ampuh untuk mengusir kutu busuk atau tumbila dan sejenisnya yang suka bersarang di celah rajutan kasur. Cukup meletakkan kulit duren yang masih segar dibawah ranjang Insya Alloh binatang penghisap darah yang bikin benthol dan gathel itu akan pergi dengan sendirinya.

Pohon duren[1] yang sudah tua, tinggi dan besar-besar bila sudah tidak produktiv jangan dibiarkan merana dan mati sia-sia, panggil tukang gergaji lalu ditebang dan dijadikan bahan bangunan. Kayunya tergolong kayu merah dengan tingkat kepadatan sedikit lebih baik diatas kayu mahoni, kandungan airnya tidak terlalu tinggi karena pori-pori-nya yang kecil-kecil bahkan hanya seukuran 0.05 hingga 0.07 mm saja bahkan bisa lebih kecil lagi bila dibagian hati kayunya. Harga satu kubik kayu pohon duren cukup untuk mengganti satu hektar lahan kebun duren dengan tanaman tumpang sari sementara menunggu musim berbuah berikutnya.

Kecilnya pori-pori pohon duren menyebabkan ia cukup tahan terhadap serangan rayap dan hama kayu yang biasanya menyelinap kedalam pori-pori kayu saat masih hidup ataupun sudah kering. Ukuran rayap belia atau masih bayi sekitar 0.07 hingga 0.1 mm saja, akan sangat sulit untuk masuk kedalam pori-porinya.[2] Kini kita tahu betapa ekonomisnya pohon duren dan properti-nya itu.

Tapi marilah kita lihat duren dari kacamata orang lain yang sudah terlanjur tidak suka pada buah hutan sumatera yang satu ini, dengan lancar dia menuturkan betap buruknya buah duren bagi dirinya !. D U R E N !!!, buah yang baunya menyengat hidung, menghilangkan selera makan, membuat perut mual mau muntah, jangankan menyantapnya, membawanya pun sudah sangat merepotkan apalagi membukanya salah-salah tangan akan tertusuk durinya. Dengan tanpa berdosa dia akan menuturkan betapa buruk nya buah duren, buah pembawa luka, bikin semua perabot dalam rumah tercemar oleh baunya, betapa sulit menghilangan aromanya dari pakaian. Belum lagi sangat repot membuang sampah kulitnya ditambah lagi harganya yang selangit, HUH benar-benar buah sial.

Bayangkan betapa sialnya kita bila tiba-tiba sampai tertimpa buahnya yang runtuh, sementara untuk memanjat pohonnya sangat tidak mungkin karena terlalu tinggi, ditambah lagi buahnya sebegitu jauh di ranting pohon, celakanya lagi dahan pohon duren sangat rapuh, beban impact-nya sangat rendah, gampang sekali patah dan roboh tertiup angin. Sangat berbahaya bila kita ada disana saat kejadian itu. Lalu apa sih bagusnya Duren ?. Bahkan bijinya lebih besar dari lapisan buahnya. Kayaknya kita hanya repot membeli setumpuk kulit bergigi tajam dan sekeranjang biji yang sama sekali tidak nikmat untuk disantap. Untuk apa sih repot repot membeli sampah semahal itu.

So, Duren ? No way !!!.

Untuk mereka yang tidak suka duren tawaran apapun yang diajukan menyangkut duren dia akan tetap bilang No Way, hanya bila duren berubah jadi duku atau semangka-lah yang akan membuatnya meninjau kembali sikapnya (Itupun bila dia suka duku atau semangka) tapi sebaliknya sejuta berita dan rumor tentang duren takkan membuat pecinta duren berhenti untuk menyantapnya dan menyebut duren sebagai buah ter-nikmat yang ada di bumi.

Memang sudah suratan, dibumi ini banyak sekali mahluk yang bernasib seperti duren, kadang kita dan orang-orang menyebutnya sebagai objektivitas menilai (duren) dan subjektivitas menikmati ketidaksetujuan padanya. Kita pun kadangkala terjebak dalam objectivitas yang subjectiv dalam memutuskan penilaian terhadap sesuatu. Pada ahirnya kita memang akan pernah mengalami nasib sebagai duren atau penilai duren. Walu memang tak pasti nyata dan tidak-nya.

“Adalah lebih baik bila kita tetap dapat menilai segala sesuatu dengan lebih bijaksana”

Saturday, July 20, 2013

Mengenang Jenderal Soeharto di Masjid Istiklal Indonesia di Bosnia

Masjid Istiklal Indonesia atau Masjid Indonesia atau Masjid Suharto di Sarajevo, Bosnia & Herzegovina (foto dari Sarajevo-x.com)

13 Maret 1995 menjadi hari yang bersejarah bagi hubungan dua Bangsa, Indonesia dan Bosnia & Herzegovina. Hari itu Presiden Republik Indonesia kedua (alm) Jenderal (purn) Soeharto “memaksa” mendarat di Bandara Sarajevo untuk mengunjungi secara langsung kondisi rakyat Bosnia & Herzegovina yang menjadi korban keganasan agresi pasukan militer Serbia.

Perjalanan Pak Harto ke Sarajevo, saat itu memang penuh risiko. Apalagi dua hari sebelumnya tanggal 11 Maret 1995 sebuah pesawat PBB ditembak jatuh di atas udara Bosnia. Panglima pasukan PBB di Bosnia kala itu bahkan lepas tangan dan tidak berani bertanggung jawab atas apa yang akan terjadi kepada Presiden Soeharto dan rombongan apabila tetap memaksakan diri untuk berkunjung ke Bosnia.

Masjdi Istiklal Indonesia di Bosnia (foto dari flickr)
Perjalanan Pak Harto ke Sarajevo itu setelah menghadiri KTT untuk Pembangunan Sosial di Kopenhagen, Denmark, dan kunjungan balasan ke Kroasia. Serta dalam kapasitas beliau sebagai ketua gerakan Non Blok untuk bertemu dengan Presiden Bosnia Alija Izetbegovic. Keseluruhan rombongan sebanyak 15 orang termasuk Presiden Soeharto diminta untuk menandatangani kontrak mati sebelum penerbangan ke Sarajevo oleh pasukan PBB.

Kunjungan yang kemudian tercatat dalam sejarah sebagai sebuah kunjungan yang begitu berani ke kancah perang yang sedang berkecamuk dan begitu brutal di kawasan Balkan dan hanya pernah dilakukan oleh presiden Republik Indonesia. Pertemuan 2 jam dengan presiden Bosnia berjalan lancar dan Pak Harto beserta rombongan kembali dengan selamat ke tanah air setelah kunjungan menegangkan yang bersejah itu.

Kunjungan bersejarah itu dikemudian hari senantiasa dikenang di Masjid Istiklal Indonesia di Sarajevo. Masjid yang memang dibangun dengan dana dari Rakyat dan Pemerintah Indonesia sebagai bingkisan bagi kemerdekaan Bosnia & Herzegovina, Dibangun sejak masa pemerintahan Pak Harto dan diresmikan dimasa pemerintahan Ibu Megawati Soekarno Putri. Nama masjid ini dinamai dengan nama yang sama dengan Masjid Nasional Indonesia di Jakarta. Hingga kini sebagian orang Bosnia menyebut masjid ini dengan nama Masjid Soeharto atau Masjid Indonesia.***

Wednesday, July 17, 2013

Edelweiss Apa Indahnya ?

Bunga Edelweis di Pondok Salada, Gunung Papandayan - Jawa Barat.
Dulu ketika pertama kali sampai di gunung papandayan dan pertama kali menemukan bunga yang disebut Edelweiss itu, expressi ku luar biasa takjub, bukan karena indahnya tapi justru karena tiada yang istimewa dari tampilanya. Hanya seonggok bunga kecil berwarna putih tanpa bau semerbak harum, tanpa kelopak yang luar biasa menarik dan tak memiliki secuil rupapun yang bisa menjadikannya sebagai setangkai bunga yang layak diperjuangkan.

Hanya aroma kesegaran yang terendus dengan nyata di hidung dan seliweran kumbang kumbang kecil yang singgah dari satu kumpulan bunga bunga mungil ini ke kumpulan bunga berikutnya. Aku sendiri bahkan sedikit kecewa dengan tampilannya ketika itu. Exiting yang menggebu pada awalnya untuk sekedar tahu seperti apa gerangan bunga yang menjadi perbincangan para “pujangga cinta picicisan” hingga “roman cinta beneran” itu, berahir biasa biasa saja. Pohonnya pun bukanlah pepohonan besar nan perkasa, tak lebih dari sekedar perdu di pegunungan. Lagipula mana ada pepohonan kekar nan menjulang di ketinggian sana. 

Namun seketika itu juga disadarkan oleh sebuah kesadaran bahwa tak perlu menjelma sebagai sesuatu yang luar biasa untuk menjadi luar biasa. Kebelakaan dan apa adanya dalam ketulusan dan kejujuran kadangkala justru menjadi sesuatu yang luar biasa.  Seperti halnya jujur yang seakan sudah menjadi bunga yang tak tumbuh di setiap kebun, pribadi yang berani jujur di jaman yang serba tak jujur ini mendadak menjadi pribadi yang biasa. Seperti pribadi yang berani tampil apa adanya tanpa rekayasa untuk polesan ke ja’iman untuk menjaga citra kesempurnaan diri pun akan menjelma menjadi sesuatu yang luar biasa di tengah dunia yang penuh dengan sandiwara dan rekayasa ini.

Letih jiwa kadang terobati ketika kita memberanikan diri untuk bersikap apa adanya dalam ketulusan dan kejujuran. Beramal shaleh pun terasa ringan ketika kita mengabaikan segala bentuk pencitraan untuk sekedar mendapatkan pujian dari sesama. Selembar seribu rupiah terkadang terasa berharga untuk disedekahkan ketika hati dipenuhi dengan sakwasangka, tapi seratus ribupun terasa ringan untuk disumbangkan ketika kita merendahkan hati dalam ketulusan tanpa pamrih untuk memberi dan meringankan penderitaan orang lain.

Wajarlah bila hingga detik inipun tak seorangpun mampu mendeskripsikan dengan gamblang dan masuk akal tentang sebuah kenyataan “mengapa dulu anda jatuh cinta pada pasangan hidup anda saat ini?”. atau mengapa anda jatuh cinta pada profesi anda ?. mengapa anda memilih berpayah payah datang ke kota suci Mekah Al-Mukarromah untuk berhaji hanya karena kecintaan anda kepada Alloh dan Rosulnya ?.  padahal hingga kini pun tak seorang jua yang mampu menjelaskan cinta dalam kalimat sederhana yang dapat dicerna oleh akal sehat manapun.

Cinta yang membuat anda naik pitam ketika agama anda dihina, cinta pula yang membuat anda rela menghabiskan waktu berhari hari untuk bergotong royong membangung masjid padahal anda sendiri seumur hidup belum pernah faham cara menggunakan centong semen, cinta juga yang membuat seorang ayah rela berpeluh berjuang menahan hati yang sakit dalam makian sang majikan demi menafkahi keluarganya, cinta juga yang membuat seorang istri dengan tulus hari rela pergi keluar negeri untuk mencari rejeki. Ketika kita bicara cinta, nurani yang tuluslah yang berbicara. Kepolosan dan kejujuranlah yang mengemuka.

Seperti edelweiss yang tampil apa adanya, menghadirkan dirinya dalam kebelakaan tanpa tindakan pencitraan. Hati yang tulus jua yang pada ahirnya menemukan kebesaran makna dirinya. Diri yang rela istiqomah dalam hidup. Sekali berarti sudah itu mati. Tak ada kata redup dan kuncup kembali. Sekali layar terkembang pantang surut ke pantai. Seperti edelweiss juga yang sekali mekar tak kan pernah kuncup kembali. Waktu lah yang pada ahirnya membuat setiap kuntumnya mongering, usang, gugur lalu sirna tertiup angin.

Seperti kecintaan ayah dan bunda kepada putra putrinya yang tak kan lekang termakan jaman. Hanya waktu yang ahirnya memisahkan.  seperti cinta rosul pada ummatnya yang tak kenal sakwasangka selain kerelaan dan ketulusan tak berbatas. Seperti Tuhan yang “mengasihi” setiap hambanya tanpa peduli seberapa patuh dan ingkarnya masing masing hambanya.

Edelweiss yang bersahaja itu memberikan makna akan sebuah ketulusan tanpa pamrih. Kebelakaan dalam ketulusanlah yang membuatnya melegenda dalam bentuknya yang tak seindah mawar dan tak seharum melati.

Tersisa sebuah pertanyaan kecil kini. Mampukah kita mencintai sang pencipta dengan kerelaan mencintai DIA yang senantiasa memberi meski senantiasa kita ingkari ?. Mampukah kita mencintai DIA meski kita senantiasa berpaling muka dari NYA. Mencintai DIA dengan segala kerelaan, kebelakaan dan ketulusan dalam keihklasan, agar kita menjadi pribadi pribadi yang layak DIA cintai ?. Seperti edelweiss yang tampil apa adanya tapi begitu dicintai oleh para pecinta ?.

Ah ternyata seindah apapun cinta mu dan cinta kita padanya masih jauh lebih indah cinta NYA kepadamu. Kita bahkan tak lebih indah dari serangkai bunga edelweiss yang tak indah itu. Lalu nikmat Tuhanmu yang manakah lagi yang hendak kau dustakan.***

-----------

Dulunya artikel ini kutulis untuk membantu putri pertamaku yg masih duduk di kelas 7 SMP negeri dan mengerjakan PE ER nya, lalu ku posting di multiply.com tapi kemudian layanan blog di situs itu di tutup.

Wednesday, July 10, 2013

Akal Akalan Agen Spionase di Segelas Martini






















Perhatikan foto di atas dengan seksama ! bisa menemukan keanehan ?. yang terlihat hanyalah gelas martini biasa dengan satu buah ceri di sisi atas gelasnya. Tapi nyatanya di itu adalah salah satu peralatan para agen spionase untuk menyadap pembicaraan si pengguna gelas dan rekan bicaranya. wah . . wah . . kalau di Indonesia ada istilah "hati hati tembok pun bertelinga", di dunia spionase "gelas martini pun bertelinga".

Di dalam buah ceri tersebut telah di tanam sebuah micropon super sensitiv dan buah ceri nya sendiri bukanlah buah ceri sebenarnya tapi tak lebih dari buah ceri tiruan alias imitasi. Seperangkat gelas martini dan ceri tiruannya itu merupakan salah satu koleksi museum spionase 'Top Secret' Spy Museum di Oberhausen, Jerman yang dipamerkan tanggal 10 Juli 2013.

Museum satu ini memang baru dibuka dan dengan sengaja dibangun untuk menyimpan berbagai koleksi peralatan canggih hingga super canggih yang biasa digunakan di dunia spionase. Hmmm, kebanyang kalau ceri tiruan itu di makan beneran oleh yang lagi disadap pembicaraannya, wuah bisa keselek micropon deh.***

-----------------------------------
Follow akun instagram kami di @masjidinfo |  @masjidinfo.id  | @hendrajailani
------------------------------------

Baca Juga


Tuesday, July 9, 2013

Bongkahan Batu Emas Menggantung Di Myanmar, Mau ?

BATU EMAS MENGGANTUNG DI MYANMAR. ada sedikit persamaan antara budaya Indonesia dan Myanmar di tempat ini. apa itu ?. Sama sama menyebut KYAI untuk benda atau mahluk sakral. Komplek pagoda ini dikenal dengan nama KYAI-KTIYO. 
Di komplek Pagoda Kyaiktiyo di Negara bagian Mon, Republik Myarnmar terdapat sebongkah batu besar bewarna emas yang begitu di sucikan oleh ummat Budha disana. Batu yang bertengger di tepian tebing di puncak gunung dan terlihat seperti akan segera tergelincir dan jatuh itu memiliki sejarah yang teramat panjang. Konon batu emas itu sudah ada disana sejak 2500 tahun yang lalu.


Konon, 2500 tahun yang lalu, batu emas tersebut menggelinding dan tidak jadi jatuh ke jurang karena tersangkut selembar rambut Sang Budha. Posisinya berdiri memang terlihat sangat menghawatirkan untuk jatuh sewaktu waktu, tapi nyatanya setelah 2500 tahun berlalu batu emas itu masih bertengger disana.


Ummat Budha dari berbagai pelosok Myanmar mengunjungi tempat itu sepanjang tahun dan menjadikan tempat ini sebagai tempat suci ketiga setelah Pagoda Shwedagon dan Pagoda Mahamuni. Sebuah pagoda kecil setinggi 7.3 meter bewarna emas juga dibangun di atas bongkahan batu emas itu, ditambah dengan ornament lembaran daun emas dibagian bawahnya yang dipasang oleh para peziarah ummat Budha disana.

TERSANGKUT DI SELEMBAR RAMBUT SANG BUDHA. Percaya atau tidak tapi begitulah legenda yang dipercaya oleh masyarakat Budha setempat. kekuatan itu yang menahan batu itu selama 2500 tahun menentang gaya gravitasi membuatnya bertahan dan tak terjatuh.
Hanya saja belum ada penelitian atau literatur yang menyebutkan dengan jelas apakah batu tersebut benar benar dari emas atau batu yang dilapis dengan emas atau batu yang di cat dengan cat emas. Meski begitu beberapa artikel menyebutkan batu tersebut sebagai batu pualam. Mungkin batu pualam yang di lapis atau di cat dengan cat emas.


BENERAN EMAS KAH ?. saya juga tidak tahu. Letaknya jauh banget bro untuk dicapai dengan naik angkot atau metromini. Bisa sampai kesana juga, gak bakalan berani buat nyoel dikit . . . . 
Lagipula bilamana batu itu itu benar benar bongkahan batu emas sesungguhnya, bisa bisa penjaga kuil disana tidak bisa tidur nyenyak sepanjang tahun untuk menjaga keutuhan batu suci bagi Umat Budha itu dari kejahilan para pencuri, penjarah atau para pengutil yang sedang bokek, atau yang pengen cepat kaya mendadak . ***

KHUSU'. Beberapa pendeta Budha sedang khusu' berdoa di samping batu Emas Kyaiktiyo.

-----------------------------------
Follow akun instagram kami di @masjidinfo |  @masjidinfo.id  | @hendrajailani
------------------------------------

Baca Juga


Gaya Gokil Fotografer

Bagi para fotografer, merekam sebuah momen kadang kadang memerlukan usaha lebih, untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan keinginannya. tak jarang momen momen yang akan diabadikan tidak mudah untuk di abadikan dengan cara yang normal, maka jadilah berbagai gaya para fotografer dalam aksi mereka. Seperti pada foto foto berikut ini. Sekedar membuat anda tersenyum. 

DON'T KILL ME MOM !. Ibu yang satu ini mungkin begitu terpukau dengan sesuatu yang dilihatnya dan serta merta merebut kamera yang tergantung di leher anaknya dan . . . . . 
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
AWAS PANTAT MU . . . . . Huahahahah
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kaburrrr........
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
ARMY STYLE. Same target too shot . . . . .
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
SMUGLER STYLE. Hey where r u ???
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
UNDER COVER. Sedang nyamar jadi kodok dalam dompet
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
I GOT U. 
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
RIPUH Style. . . .
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
PRIKITIWWWWWW
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Hah . . . . motret apa'an mang ?
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
BRUCE LEE STYLE
------------------------------------------------------------------------------------------------------------ 
Gaya kebelet ke toilet
------------------------------------------------------------------------------------------------------------ 
Goyang ITIK
------------------------------------------------------------------------------------------------------------ 
Goyang ENTOQ
------------------------------------------------------------------------------------------------------------ 
Gaya Buang Angin
------------------------------------------------------------------------------------------------------------ 
GANG NAM STYLE
------------------------------------------------------------------------------------------------------------ 
TARIK MANG.........
------------------------------------------------------------------------------------------------------------ 
GAYA MINTA DI GAMPAR
------------------------------------------------------------------------------------------------------------ 
Hadeuh Nunggingnya kok di tengah kota sih neng
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lagi nyari alasan buat di kerok ama bini muda.soalnya habis Motret dijamin langsung masuk angin
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tarzan belajat motret, busyet dah itu perut bener bener SIX BUBBLE PACK
------------------------------------------------------------------------------------------------------------ 
Tutup idungggggggggggg
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
NYOK KITA SANTAI . . . . . 
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
MARUX ?, kalau bukan maruk pastinya dia pemulung dunk
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
CILUUUUUK BAAAAA
-----------------------------------
Follow akun instagram kami di @masjidinfo |  @masjidinfo.id  | @hendrajailani
------------------------------------

Baca Juga


Monday, July 8, 2013

Once Upon a Time in Gelumbang

Star & Crescent at the top of Migrab Capula Babussalam Mosque, Gelumbang.
Until this moment I am not got any information yet related to when the civilization in this village was begun. Gelumbang is a Village in South Sumatera Province, Indonesia. Folk said, this village starting from a very small village called Talang Gelumai, but nobody knew when it was. I was born and grew up there. When the time has comes, I must left and never thing and never know, when and how I will back some day. Just Go. To find some things better, explore my own life.

From the roof top of the Mosque to the North West.
There’s Masjid Jami’ Babussalam or Babussalam Jame’ Mosque, located in “tengah laman” of Gelumbang. “Tengah Laman” means ‘village center’ or ‘city center’. My Mom was introduced me to this masjid since I am still a cute baby. She said, I got my marhaba in this masjid. Marhaba is our tradition to celebrate new baby born. To hard to count how many time I sleps in my grandpa’s lap when I joint him for Jum’ah prayer in this masjid, together with my father. I spend my childhood in this masjid to learn Alif Ba Ta, an Arabic alphabet as the magic key to read holly Qur’an.

The Old Minaret capoula
No one can speak Arabic in this village at that moment, so we just learning how to read Qur’an as an obligation. I am a lucky boy with very kind of teacher’s in this masjid. Without them may be I can’t read Arabic till today. There’s (alm) Ustadz Arifin,  and Haji Nazori who's spend his life for this masjid. Haji Nazori’s home just stod oppose to this masjid. He’s Head of Masjid Committee since the first time I entering that building. He’s spending not only his time, also his money. Including huge money he got from insurance company for his late lovely Son, who's die in traffic incident. Some people also call this masjid as Masjid Haji Nazori in respect to his dedication.

Hari Raya
1978 I am in 1st class elementary school, when the old masjid structure was turn down to build a new mosque. This new mosque actually never got finishing touch, insist of the biggest structure compare the previous one. All the structure made from cement concrete, the kiblah direction was corrected.

From the roof top of the mosque to the east
The time was running away. When I come back to this masjid, dozen people look at me as stranger persons. Understandable, what I can expect for something I left for more than 17 years. And I am really understand when people around me start to quest “kau ni siapo ?” or “awak ni dari mano ?” in Palembang language insist of “kau ne Hendra, Kan ?” or “Kau ne anak si Jai-Betty, kan ?” in Belida mother tongue. I am the strangers in my own Kampung.

Gathering in Hari Raya Prayer
Everything has change, no more small village, no more place to hunt in the forest just in back yard, no more small rivers with clear and sweet water, no more homogenic indigenous people. Peoples from around the area start to flood this developed village several years ago when the community leader plan to established own residences government.

Facade of the previous Babussalam mosque
Finally in late 2011 the mosque I’ve knew was turn down again. Nothing left from the old structure except of picture of memory in my mind. The new committee decided to build a really ‘brand new’ mosque in anticipate and as preparation to become city center for the future “new residences government area”.***