Wednesday, August 20, 2014

Hikayat Keris Taming Sari

Keris Taming Sari
Inilah hikayat tanah melayu. Di negeri Malaka hiduplah seorang Laksamana, bernama Laksamana Hang Tuah. Seorang pelaut ulung, pendekar pilih tanding, petarung tak berbanding,  Laksamana raja di laut, Hulubalang Kesultanan Malaka.

Suatu ketika sultan Malaka bersama handai taulan dan karib kerabat istana datang ke Majapahit hendak meminang putri sang Prabu. Diantara khalayak ramai hadirlah seorang petualang Majapahit dan petarung ulung sakti bernama Taming Sari memohon izin sang Prabu, untuk bertarung melawan hulubalang Malaka.

Hang Tuah turun ke gelanggang bertarung melawan Taming Sari, dua petarung ulung unjuk kesaktian, tak terkira sengitnya pertarungan, tak terkirakan siapa yang kan Berjaya, keduanya sama sama ada kesaktian dan ketangguhan. Namun pertarungan haruslah usai, Taming Sari gugur di tangan Hang Tuah. Sang Prabu menghadiahkan Keris milik Taming Sari Kepada Hang Tuah, hulu balang Kesultanan Malaka.

Keris Taming sari pun berpindah tangan, namanya bersanding dengan nama Hang Tuah. Keris sakti ditangan Laksamana sakti, sepadu sepadan, mengawal Malaka kepada kejayaan dan kemasyuran.

Manakala ada Intrik politik di istana, Keris Taming Sari jatuh ke tangan Hang Jebat, Hang Tuah tersingkir dari Istana, dijatuhi hukuman mati namun tak pernah di eksekusi. Lain hari, Dia kembali ke istana sebagai pahlawan, bertarung melawan Hang Jebat, sahabat karib nya sendiri, sebahagian orang berkata bahwa Hang Jebat adalah saudara kepada Hang Tuah. Dalam pertarungan itu Hang Tuah berhasil merampas kembali Keris Taming Sari dari Hang Jebat dan telah menikam dan membunuh-nya.

Keris Taming Sari saat dipamerkan di musium Kesultanan Perak

Seperti kata pepatah, setiap masa ada orang nya dan setiap orang ada masanya. Selepas itu, Hang Tuah dan Keris Taming Sari menjadi legenda. Tak seorangpun tahu pasti dimanakah sebenarnya Hang Tuah menghabiskan umurnya setelah undur diri dari Istana, kerana pusara beliau pun ada di tiga negeri. Tak tahu pasti yang mana satu yang sebenarnya asli, di negeri Malaka kah ? atau di Riau atapun di Palembang?

Begitu pula dengan keberadaan Keris Taming Sari sejati. Sebahagian orang percaya bahwasanya setelah gagal mempersunting putri Gunung Ledang untuk baginda Sultan, Hang Tuah pun undur diri dari Istana kerana merasa malu. Ia nya disebut-sebut mengirim dan mempersembahkan Keris Taming Sari kepada baginda sultan. Tak lama berselang Kesultanan Malaka runtuh oleh serbuah Portugis.

Sultan dan sebahagian besar kerabat istana hijrah ke Kampar (Riau) di Sumatera, Keris Taming Sari dibawa serta. Di Sumatera, baginda Sultan menganugerahkan Keris Taming Sari kepada putra-nya, Raja Mudzaffar, yang kemudian berangkat ke Perak, menjadi Sultan pertama di Kesultanan Perak. Keris Taming Sari menjadi pusaka kebesaran Istana Kesultanan Perak sejak tahun 1528.

Keindahan gagang keris Taming Sari

Namun demikian, sebahagian orang lagi berkata bahwa, kerana merasa malu telah gagal meminang putri Gunung Ledang, Hang Tuah tak pernah kembali lagi ke Istana dan membuang Keris Taming Sari hingga menancap di dasar Sungai Duyung di Malaka. Adapaun Keris yang kini ada di istana Iskandariah, Kuala Kangsar, Kesultanan Perak, hanyalah replika belaka. Dan tentu saja pihak istana pun membantahnya.

Keris Taming Sari merupakan keris pusaka Istana, keris kerajaan dan digunakan pada adat kebesaran diraja Perak. Wujudnya kini berubah menjadi begitu mewah dengan lapisan emas pada seluruh sarung dan bilahnya, serta taburan permata pada gagangnya. Tak sembarang orang dan sembarang waktu untuk dapat melihatnya. Dan legenda tetaplah menjadi legenda begitu pun hikayat kan tetap menjadi hikayat. *** 

-----------------------------------
Follow akun instagram kami di @masjidinfo |  @masjidinfo.id  | @hendrajailani
------------------------------------

Baca Juga


Monday, August 18, 2014

Bungong Jeumpa

Cempaka / kantil / Jeumpa

Dalam bahasa Aceh Jeumpa bermakna Cempaka yang merupakan nama bunga dan juga nama lain dari Negeri Campa. Negeri Campa dikenal secara luas sebagai sebuah Negara dalam bentuk kerajaan pertama di kawasan Indocina dan asia tenggara. Sekaligus sebagai Negara Islam pertama di kawasan terebut.

Di tanah aceh pernah berdiri sebuah kesultanan dengan nama Jeumpa. Ibukota kerajaan berada di lokasi yang kini dikenal sebagai desa Blang Sepeung, Kecamatan Jeumpa, Kabupaten Bireun, propinsi Nangroe Aceh Darussalam. Meski sejarah keberadaan kesultanan ini terbagi dalam beberapa versi namun semuanya merujuk kepada satu kesimpulan yang sama bahwa di Aceh memang pernah ada kesultanan bernama Kesultanan Jeumpa.

Berdasarkan hasil penelusuran sejarah oleh sejarawan Aceh M Adli bersama TV Al-Hijrah (Malaysia) Kekalahan Campa menghadapi serbuan cina (atau mungkin yang dimaksud adalah serbuan Dai Viet) membuat sebagian besar rakyat dan Raja Campa mengungsi ke wilayah Kesultanan Samudera Pasai.

Pasai menerima kedatangan mereka dengan tangan terbuka dan mengizinkan mereka membentuk komunitas termasuk membentuk pemerintahan sendiri, orang Aceh kemudian menyebut nya dengan Kesultanan Jeumpa. Dimasa kini mungkin setara dengan pemerintahan propinsi, di dalam wilayah Kesultanan Samudera Pasai.

Kecantikan gadis gadis jeumpa ini yang (konon) menginspirasi pemuda pemuda aceh memuji ataupun merayu mereka dengan kidung “bungong jeumpa, bungong jeumpa, mekar di aceh……dan seterusnya’ yang arti harpiahnya “Bungong jeumpa, bungong jeumpa meugah di Acèh. . . . . . . .” dan pujian itu sepertinya bukanlah pujian kosong dari bujang yang sedang kasmaran pada bunga desa Jeumpa yang kecantikannya tidak saja kecantikan fisik semata tapi juga cantik pula ruhani-nya.

Menelusur perjalanan sejarah, kita memang akan menemui begitu banyak keterkaitan sejarah Negeri tercinta ini dengan Campa. Sejarah para wali songo, majapahit, Palembang, Pajajaran, Demak, Cirebon dan masih banyak lagi. Di tanah Jawa saja kita akan menemui begitu banyak situs sejarah yang oleh masyarakat setempat disebut sebagai “makam / maqom putri cempo”, cempo yang dimaksud adalah campa.

Salah satu istri Prabu Brawijaya V dari Majapahit adalah seorang muslimah Campa yang setelah menjadi istri Sang Prabu, menetap di Palembang dimasa pemerintahan adipati Ario Damar, meski banyak juga pendapat yang menyatakan bahwa istri Prabu Brawijaya V ini berasal dari daratan Tiongkok. Dari bungong Jeumpa ini lahir putra Brawijaya yang dikemudian hari dikenal dengan nama Raden Fatah.

Dengan sokongan penuh dari para wali, Raden Fatah kemudian mendirikan Kesultanan Demak yang menandai berahirnya sejarah Majapahit. Sepanjang hayat nya putri cempo “menemani” putranya berdakwah hingga ahir hayatnya, beliau wafat dan dimakamkan di dekat pasujudan Sunan Bonang di desa Bonang Lasem.

Putri cempo yang menjadi istri Prabu Brawijaya ini memang dikisahkan dalam banyak versi namun memiliki benang merah yang sama. Yakni bahwa beliau memiliki keterkaitan dengan Sunan Bonang, Sunan Ampel, Prabu Brawijaya V, Adipati Ario Damar dan Raden Fatah.

Bungong Jeumpa juga mewarnai sejarah di bagian barat pulau Jawa. Dari pernikahan Prabu Siliwangi Sri Baduga Maharaja dengan Subang Larang, santriwati pondok Quro – Karawang yang dibina oleh Shekh Hasanudin. Lahir putra pertamanya yang bernama Raden Walangsungsang atau lebih dikenal dengan Pangeran Cakrabuana. Dalam perjalanan pulangnya dari ibadah haji, Pangeran Cakrabuana singgah untuk berguru agama di Campa. disana beliau berguru kepada Syekh Ibrahim Akbar yang di Jawa disebut Sekh Jatiswara, dan kemudian memperisitri Nyai Retna Rasajati (Nyai Gedeng Kalisapu), putri Sekh Jatiswara.

Pangeran Cakrabuana dikenal sebagai pendiri Cirebon dengan gelar Sri Mangana, kekuasaanya di Cirebon kemudian diserahkan ke Keponakannya yang bernama Syarif Hidayatullah, dikemudian hari dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati. Salah satu Istri Sunan Gunung Jati yang bernama Putri Ong Tien yang kemudian berganti nama menjadi Nyi Ratu Rara Semanding, juga berasal dari Campa.

Adik bungsu Pangeran Cakrabuana, bernama Raja Sagara atau lebih dikenal dengan nama Kiang Santang, dikemudian hari menyusul kakaknya ke Cirebon. Setelah menunaikan Ibadah Haji berganti nama menjadi Haji Mansur. Seperti abangnya Haji Mansur juga singgah di Campa dan juga menikah dengan seorang putri Campa bernama Nyai Kalimah.

kuncup kantil 

Beberapa kisah diatas tentunya tidak selengkap dan sebenar aslinya. Negeri campa memang sudah lama sekali hilang dari peta bumi sejak Negara itu runtuh. Bekas wilayah Negara ini membentang dibagian tengah hingga ke selatan di wilayah yang kini dikenal sebagai Negara Vietnam. Muslim campa terdiaspora ke berbagai wilayah di indocina hingga ke Aceh. (lengkapnya baca: Campa, Negara Islam Pertama di Asia Tenggara).

Jeumpa hanyalah salah satu sebutan bagi Campa. di Nusantara kadang kadang nama Campa juga disebut sebagai Cempa kadangkala disebut juga sebagai Cempaka. Entah kebetulan atau memang begitu adanya, di nusantara ini nama cempaka seperti hal nya Kamboja, adalah juga nama bunga. Dan seperti yang disebut dalam kidung bungong Jempa tadi “……..Puteh kuneng dicampur mirah . . . . .” bunga cempaka memang terdiri dari cempaka putih, cempaka kuning dan cempaka merah. 

Di tanah Jawa, bunga cempaka kuning lebih dikenal dengan nama bunga Kantil. Bunga yang wanginya memang semerbak, dan telah digunakan sejak masa jawa kuno sebagai pengharum mahligai raja hingga mahligai pengantin, yang semuanya terkait dengan prosesi dan ritual. Sampai sampai kemudian bunga semerbak mewangi ini di identikkan dengan klenik, mahluk halus dan aroma mistis lainnya. Padahal cempaka adalah cempaka yang semerbak mewangi seperti halnya si “bungong jeumpa” . . . . . .

Wednesday, August 13, 2014

Pudarnya Kilap Palangka Sriman Sriwacana

Watu Gilang atau Palangka Sriman Sriwacana

Palangka Sriman Sriwacana adalah batu berukuran 200x160x20cm, terbuat dari batuan andesit yang dibentuk persegi panjang lalu permukaannya digosok hingga mengkilap, merupakan piranti penobatan Raja Pajajaran. digunakan sebagai tempat duduk bagi calon raja yang akan di nobatkan sebagai raja Pajajaran.  Nama asli batu ini adalah Palangka Sriman Sriwacana (singgahsana raja). Nama Palangka Sriman Sriwacana disebut dalam naskah carita parahyangan sebagai berikut :

“Sang Susuktunggal inyana nu nyieuna palangka sriman sriwacana sri baduga maharajadiraja ratu haji di pakwan pajajaran nu mikadatwan sri bima punta narayana madura suradipati, inyana pakwan sanghiyang sri ratu dewata”.

(Sang susuktunggal ialah yang membuat tahta sriman sriwacana untuk sri baduga maharaja, ratu penguasa di pakuan pajajaran yang bersemayam di keraton sri bima punta narayana Madura suradipati yaitu istana sanghiyang sri ratu dewata)

Sang Susuktunggal adalah raja dari kerajaan Galuh, saudara kandung Prabu Dewa Niskala raja Kerajaan Sunda yang beribukota di Pakuan / Pajajaran. Sri Baduga Maharaja adalah putra mahkota kerajaan Pajajaran, Putra dari Prabu Dewa Niskala, Cucu dari Prabu Niskala Wastu Kencana, cicit dari Prabu Maharaja Lingga Buana yang gugur tahun 1357 di Perang Bubat melawan Majapahit.

Sri Baduga Maharaja kemudian lebih dikenal sebagai Prabu Siliwangi, karena dianggap meneruskan kejayaan kakek buyutnya, Prabu Maharaja Lingga Buana yang namanya harum mewangi sebagai pahlawan di perang Bubat. Rakyat parahyangan kemudian dengan penuh hormat menyebut Prabu Lingga Buana dengan nama Prabu Wangi. Sri Baduga digelari Siliwangi, Sili bermakna ‘penerus’ sehingga siliwangi dapat diartikan sebagai Penerus Prabu Wangi yang gugur di perang Bubat.

Benda cagar budaya berdasarkan UU No.5 Tahun 1992

Merujuk kepada penggalan carita parahyangan diatas, Sri Baduga merupakan Raja Pajajaran pertama yang dinobatkan diatas Palangka Sriman Sriwacana. Begitupun beberapa penerusnya mulai dari Prabu Surawisésa (1521-1535, putra Sri Baduga dari Kentring Manik Mayang Sunda), Prabu Déwatabuanawisésa (1535-1543), Prabu Nilakéndra (1551-1567) hingga ke Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana (1567-1579). Dengan fungsinya yang demikian, dapat dibayangkan betapa tingginya pamor dari batu yang bernama Palangka Sriman Sriwacana tersebut pada masa itu.

Dimasa pemerintahan Prabu Nilakendra, tahun 1566 Pajajaran diserbu oleh pasukan kesultanan Banten dibawah pimpinan Maulana Yusuf atas perintah Ayahnya Maulana Hasanudin yang berkuasa di Banten dan atas restu kakeknya, Sunan Gunung Jati di Cirebon. Serbuan itu menyebabkan Prabu Nilakéndra dan kerabat keraton menyelamatkan diri meninggalkan keraton di Pakuan, dan menjalankan pemerintahan di pengasingan. Praktis kerajaan Pajajaran runtuh setelah penyerangan tersebut. Sejak saat itu ibukota Pakuan ditinggalkan oleh raja dan dibiarkan nasibnya berada pada penduduk dan para prajurit yang ditinggalkan

Sepeniggal Prabu Nilakendra, kepemimpinan diteruskan oleh Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana yang menjalankan pemerintahan di pengasingan, di Pulasari, Pandeglang. Oleh karena itu, ia dikenal pula sebagai Pucuk Umun (Panembahan) Pulasari (mungkin raja ini berkedudukan di Kaduhejo, Kecamatan Menes pada lereng Gunung Palasari).

Penghianatan

Pakuan Pajajaran luluh lantak, akibat serangan kedua dari pasukan kesultanan Banten dibawah pimpinan Maulana Yusuf. Serbuan tersebut terjadi pada tahun 1579 atau dua belas tahun sejak serangan pertama. Benteng kota Pakuan yang dibangun pada masa Prabu Siliwangi memang sangat kokoh meski sudah 12 tahun ditinggalkan oleh para penguasanya. Pasukan Banten masih terpaksa menggunakan cara halus untuk menembusnya.

Naskah Banten memberitakan bahwa benteng kota (pakuan) Pajajaran baru dapat dibobol setelah terjadinya penghianatan. Komandan kawal benteng Pakuan Pajajaran merasa sakit hati karena tidak memperoleh kenaikan pangkat. Ia adalah saudara Ki Jongjo, seorang kepercayaan Maulana Yusuf. Tengah malam, Ki Jongjo bersama pasukan khusus menyelinap ke dalam kota setelah pintu benteng terlebih dahulu dibukakan saudaranya itu.

Kerajaan Sunda benar benar berahir ditandai dengan dikuasainya kota Pakuan oleh pasukan Banten, dan diboyongnya Palangka Sriman Sriwacana sebagai piranti penobatan raja, dari Pakuan Pajajaran ke Keraton Surosowan di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf, dan secara tradisi politik di Pakuan Pajajaran tidak dimungkinkan lagi penobatan raja baru.

Saat itu diperkirakan terdapat sejumlah punggawa istana yang meninggalkan istana lalu menetap di daerah Lebak. Mereka menerapkan tata cara kehidupan mandala yang ketat, dan sekarang mereka dikenal sebagai orang Baduy.

Sang Pewaris

Dari garis keturunan, Maulana Yusuf sendiri merupakan penerus kekuasaan Sunda yang sah karena beliau juga keturunan Prabu Siliwangi, raja Kerajaan Sunda. Maulana Yusuf adalah anak dari Maulana Hasanudin, anak dari Sunan Gunung Jati / Syarif Hidayat. Sunan Gunung Jati adalah anak tertua dari Nyi Rara Santang yang tak lain adalah anak kedua dari Prabu Siliwangi dari istrinya Subang Larang.

Pustaka Nusantara III/1 dan Kertabhumi I/2 meriwatkan keruntuhan Pajajaran tersebut dengan kalimat : “Pajajaran sirna ing ekadaśa śuklapaksa Wesakamasa sewu limang atus punjul siki ikang Śakakala” (Pajajaran lenyap pada tanggal 11 bagian terang bulan Wesaka tahun 1501 Saka). Tanggal tersebut kira-kira bertepatan dengan 8 Mei 1579 M. sedangkan naskah Banten memberitakan keberangkatan pasukan Banten ketika akan melakukan penyerangan ke Pakuan dalam pupuh Kinanti yang artinya, "Waktu keberangkatan itu terjadi bulan Muharam tepat pada awal bulan hari Ahad tahun Alif inilah tahun Sakanya satu lima kosong satu".

Sendiri dalam sunyi

Pamor Yang Pudar

Di keraton Surosowan, Palangka Sriman Sriwacana masih difungsikan sebagai piranti penobatan raja namun tentu saja dengan prosesi yang berbeda. Sampai ahirnya kesultanan Banten runtuh oleh imperialis Belanda, keraton Surosowan pun hancur, menandai berahirnya kesultanan Banten.

Palangka Sriman Sriwacana tersebut saat ini bisa ditemukan di depan bekas Keraton Surosowan di kawasan Banten Lama. Masyarakat Banten menyebutnya Watu Gilang, berarti mengkilap atau berseri, sama artinya dengan kata Sriman. Lokasi tempatnya berada saat ini sangat kontradiktif dengan kemegahan masa lalu nya. Orang awam yang melihatnya pun tak kan tahu bila sebidang batu tua yang tak lagi mengkilap tergerus zaman di ruang terbuka berpagar seadanya itu, pada masa nya adalah piranti teramat penting bagi penobatan seorang Raja.

----------------------------------- 
Follow akun instagram kami di @masjidinfo | @masjidinfo.id | @hendrajailani
------------------------------------ 

Baca Juga

Siapakah Raden Kian Santang ?
Apakah Kian Santang adalah Pangeran Cakrabuana ?
Siapakah Kian Santang (Bagian ahir)
Siapakah Prabu Siliwangi ?
Dimanakah Makam Prabu Siliwangi ?
Salakanagara Benarkah Pernah Ada ?
Negara Api Itu Memang Pernah Ada Loh

Monday, August 11, 2014

Ketika Gerhana Jatuh di Mendut

Posisi Candi Borobudur, candi Pawon dan Candi Mendut.

Indonesia memang negeri yang kaya raya dengan peninggalan peradaban masa lalu. Sampai sampai salah satu penulis amerika mengatakan bahwa “jika sorga itu ada dibumi, pastilah ia ada di Indonesia, karena Indonesia adalah sumber peradaban masa lalu. 

Candi Borobudur, Pawon dan Mendut merupakan tiga dari peninggalan peradaban lalu yang terus dikaji oleh para peneliti dan pemerhati sejak pertama ditemukan dan tak pernah usai hingga kini. Tiga candi yang saya sebut itu lokasinya berjejer lurus satu sama lainnya dengan jarak dari Borobudur hingga ke mendut sekitar 3KM dan Candi Pawon ada di tengah tengahnya.

candi Borobudur
Menentukan bagaimana dan siapa sebenarnya pembangun Borobudur dan candi candi lainnya itu saja masih menjadi kontroversi. Ketika menyadari bahwa ketiga candi tersebut dibangun berjejer lurus pun kemudian muncul pertanyaan baru, bila memang sengaja dibangun sejajar, lalu bagaimana para pembangunnya itu menentukan titik koordinat tiga candi tersebut untuk memastikannya benar benar berdiri dalam garis lurus ?.

Candi Pawon
Kemungkingan termudah untuk menarik garis lurus antara beberapa titik adalah dengan melihatnya dari ketinggian. Lalu siapa yang mampu menempatkan dirinya di ketinggian yang cukup di masa itu ? atau alat apa yang mereka gunakan untuk itu ?. Lalu untuk apa dibangun berjejer dalam garis lurus.

Candi Mendut
Ada teori yang menyatakan bahwa pembangunan tiga candi ini berjejer layaknya jejeran Matahari, bulan dan Bumi. Dari segi ukuran bisa jadi Borobudur adalah mataharinya, Pawon sebagai bulan dan Mendut sebagai Bumi, dan kesejajaran itu hanya terjadi di peristiwa gerhana matahari. 

Apa hubungannya tiga candi itu dengan gerhana matahari ?. Hmm bumi akan gelap pada saat peristiwa gerhana matahari total, apa hubungan gelap dengan Candi Mendut. Lalu pertanyaan lanjutannya adalah ; ada apa di Candi Mendut pada saat peristiwa gerhana matahari benar benar terjadi ?.

Thursday, August 7, 2014

Besi Kursani dan Legenda Khurasan

Peta Lokasi Khurasan

Ilmu Kebatinan Besi Kursani

Istilah besi kursani dikenal dalam dunia kebathinan di Nusantara sebagai salah satu jenis ilmu yang beguna bagi pertahanan tubuh. Besi Kursani adalah inti zat besi metafisik yang ada di tubuh eterik manusia. Inti besi ini terletak di telapak kaki manusia. Inti dzat besi metafisik ini berbeda dengan dzat besi fisik yang terkandung dalam darah, namun demikian masih memilik sifat-sifat seperti besi walau terletak dalam tubuh eterik / tubuh energi manusia. Inti besi kursani terletak dalam wadah atau cupu sebesar telur puyuh di telapak kaki kanan di tubuh eterik.

Bagi orang-orang yang belum terbangkitkan inti besi kursani masih tersimpan dalam cupunya dengan baik. Jika cupu dibuka maka zat inti besi kursani mengalir dari telapak kaki menyebar ke seluruh tubuh, meresap ke kulit daging, darah, sumsum dan tulang. Setelah meresap di seluruh tubuh maka sebagian zat besi kursani yang tersisa akan tersimpan di terminal akhirnya di cakra solar plexus (ulu hati). 

Namun demikian inti besi yang ada dalam cupu tidaklah habis, akan terus menerus memproduksi dan mengalirkan Inti besi Kursani ke seluruh tubuh dan menyimpan di terminal cakra solar plexus untuk siap dipakai. Di dalam kajian ilmu batin, Besi kersani ini bangkit ditandai dengan mendenging di telinga.

Kegunaan inti besi kursani yang terbangkit dan mengalir ini adalah: 

1.    Ikhtiar keselamatan atas serang fisik dan metafisik dan kecelakaan. Tubuh akan otomatis terlapisi inti besi ini meminimalkan bahaya cedera dari serangan senjata tajam dan senjata api serta benturan, gesekan, tusukan benda keras saat terjadi kecelakaan. 
2.    Mengencangkan kulit seluruh tubuh terutama kulit muka, membuat muka tampak segar berseri dan muda. Ž
3.    Membongkar dan menghancurkan ilmu kebal orang lain yang pamer dan sombong. 
4.    Menetralkan racun ghaib dalam makanan dan minuman. Bahkan sebelum tersentuh, piring dan gelas yang berisi racun ghaib akan pecah hancur. 
5.    Meningkatkan stamina seksual. ‘
6.    Memancarkan kharisma dan mempercerah pancaran aura tubuh.

Kisah besi kersani di dalam tubuh manusia menurut kajian ilmu batin di Minangkabau adalah sebagai berikut: 

Pada awalnya manusia (Adam) dibuat dari unsur api, angin (udara), air dan tanah. Unsur api menjadi darah, unsur angin menjadi urat, unsur air menjadi tulang dan tanah menjadi daging. Kemudian unsur tersebut dicampur dan dibentuk sebuah patung dan diberi ruh, maka hiduplah patung tersebut dan memiliki nyawa. Lalu untuk membuat Adam kokoh dan kuat, diambillah sedikit tiang arasy yang bernama basi karasani yang ditancapkan dari ubun-ubun sampai ke tulang ekor. Basi kursani ini menyatu bersama tulang punggung pada manusia. Ketika basi karasani ini ditancapkan kepada manusia, Adam berkeringat dan keringat inilah yang berubah menjadi sekalian jenis besi di muka bumi. Jadi dapat dikatakan bahwa besi yang ada di bumi takluk kepada basi karasani. Besi yang ada di muka bumi bisa menjadi lunak, jika kekuatan basi karasani itu dibangkitkan oleh pengamalnya.

Istilah Besi Kursani

Jika melihat dari bahasanya, besi kersani (besi kursani, qursani, khurasani, khursani) mungkin berasal dari kata khurasan atau khorasan, suatu kawasan yang meliputi bagian dari Iran, Afganistan, Tajikistan, Turkmenistan dan Uzbekistan. Di kawasan ini dahulunya dihasilkan pedang dengan kualitas besi yang sangat bagus dan kuat. Kekuatan besi inilah yang kemudian diibaratkan menjadi kekuatan batin di dalam tubuh oleh pengamal ilmu batin.

Istilah kuraisani (bahasa Melayu lama untuk kersani) ini juga terdapat di dalam Naskah Melayu tua yang ditemukan di Tanjung Tanah, Kabupaten Kerinci yang berisi tentang undang-undang dari Raja Aditiawarman untuk daerah tersebut.

Legenda Khurasan

Kata Khorasan berasal dari bahasa Persia (Iran) tengah yakni “khwar” yang berarti “matahari” dan “āsān” atau ayan yang berarti “datang”, sehingga Khurasan berarti “Tempat matahari terbit” ada juga yang menyebutnya sebagai “Khwarezm” dari kata Khāvar dan zamīn yang berarti “tanah di timur”.

Sebelum ditaklukkan Islam, daerah Khorasan merupakan daerah bagi para penganut Zoroaster (penyembah api) dan sedikit penganut Budha dan Hindu, sampai kemudian seluruh daerah itu masuk ke dalam wilayah Islam dan dijadikan satu propinsi sebagai propinsi khurasan era Kekhalifahan Umar bin Khattab. 

Di bawah pimpinan komandan perang, Ahnaf bin Qais, pasukan tentara Islam mampu menerobos wilayah itu melalui Isfahan. Dalam perjalanan sejarahnya, daerah khurasan ini sempat ditaklukkan oleh Iskandar Agung pada tahun 330 sebelum masehi. 

Wilayah ini kemudian bergonta ganti penguasa, sampai dikemudian hari terbagi bagi menjadi beberapa negara merdeka (Iran, Afganistan, Tajikistan, Turkmenistan dan Uzbekistan). Nama propinsi khurasan sendiri masih dipakai sebagai nama salah satu propinsi di Republik Islam Iran.

Pedang Khurasan

(Pasukan yang membawa) bendera hitam muncul dari Khurasan. Tak ada kekuatan yang mampu menahan laju mereka dan mereka akhirnya akan mencapai Yerusalem, di tempat itulah mereka akan mengibarkan benderanya.’’ (HR. Turmidzi).

Besi dari khurasan memang terkenal bermutu tinggi sejak masa sebelum Islam. Ulama Muslim terkemuka pada abad ke-9 M, Ya'kub Ibnu Ishaq Al-Kindi, dalam bukunya tentang 'Pedang dan Ragam Jenisnya ' secara lengkap menjelaskan tentang teknologi pembuatan pedang. Ia juga mengklasifikasikan beragam jenis besi dan baja untuk membuat pedang. Menurutnya, pedang itu terbuat dari dua jenis besi, yakni alami (yang ditambang) dan tak alami (buatan). Besi alami terbagi menjadi dua, Shaburqan (besi laki - yang sangat keras yang diolah dalam kondisi panas), serta Narmahin (besi perempuan - adalah besi yang lembek tidak dapat diolah dalam kondisi panas).

Pada era kejayaan islam, pedang-pedang yang dibuat pandai besi di dunia islam, besi dan bajanya berasal dari Khurasan, Basrah, Damaskus, Mesir dan Kufah. juga ada yang di impor dari Sarandib (kini wilayah Srilangka). Damaskus (kini menjadi ibukota Suriah) sebagai ibukota pemerintahan islam di masa dinasti Ayyubiyah, sangat terkenal sebagai sentra penghasil pedang paling bermutu. Dan salah satu sumber besi yang digunakan disana adalah besi dari khurasan. Menjadikan damaskus sebagai sentra pengolahan besi dan baja yang begitu termashur.

Salah satu faktor penyebab kekalahan pasukan Tentara Perang Salib dari Eropa ketika bertempur melawan tentara Muslim adalah peralatan tempur. Selain memiliki kuda-kuda yang tangguh di medan perang, pasukan Muslim juga dilengkapi dengan pedang yang mampu membelah manusia dengan satu kali tebasan.

Pedang Damaskus atau sering pula disebut pedang Persia sungguh sangat mengagumkan. Ia mampu memotong sutra yang dijatuhkan dari udara. Tak cuma itu, pedang buatan Damaskus juga sanggup mematahkan bilah pedang lain atau batu tanpa hilang ketajamannya. Alkisah, saat Perang Salib berkecamuk, Raja Richard The Lionheart sempat memamerkan kehebatan pedangnya kepada Salahudin Al-Ayubi panglima pasukan tentara Muslim, dengan penuh arogan Richard menebaskan pedangnya pada se-buah baja. Dalam satu kali tebasan, pedang Richard ‘Berhati Singa’ mampu membelah baja itu.

Salahudin pun tersenyum dan kemudian melemparkan kain sutra ke udara. Lalu, pedang yang disandang nya dihunuskan. Ketika mengenai bilah pedang Salahuddin, kain sutra itu terpotong menjadi dua. Kisah itu menunjukkan betapa pedang yang dibuat peradaban Islam sungguh luar biasa tajamnya. Saat Perang Salib itulah, peradaban Barat mulai mencari rahasia teknologi tempa baja yang dikuasai dunia Islam. Tentara Perang Salib menyebut baja yang hebat dari Damaskus itu dengan sebutan Damascus Steel. Teknologi pengolahan besi dan baja Damaskus kesohor karena mampu menempa dan mengeraskan wootz steel menjadi indah dan lentur.

Dajjal akan Keluar dari Khurasan ?

Dalam salah satu hadist Rosulullah S.A.W disebutkan tentang tempat keluarnya Dajjal berada di wilayah Khurasan. Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan Imam Ahmad dimana Rasulullah SAW bersabda;

“Dajjal akan keluar di bumi bagian Timur yang disebut Khurasan. Ia diikuti oleh beberapa kaum yang wajah mereka seperti perisai yang dipukuli.”

Menurut Abu Fatiah Al Adnani dalam bukunya Fitnah dan Petaka Akhir Zaman, Khurasan adalah sebuah makna yang berarti tempat terbit matahari. Ia merupakan negeri yang amat luas meliputi beberapa negeri Persi, Afghanistan, dan Turkistan. Khurasan memanjang ke Asia antara sungai Amudariya sebelah utara serta Timur dan Gunung Hindukus sebelah selatan serta beberapa daerah Persi bagian Barat. Wallohua’lam bisshawab.

Besi dalam Alquran

Besi mendapat tempat yang khusus dalam kitab suci Alquran. Secara khusus, surat ke-57 mengambil nama Al-Hadid yang berarti besi. Kata Al-Hadid diambil dari ayat 25 surat tersebut. Dalam ayat itu, Alquran secara jelas mengungkapkan bahwa besi memiliki kekuatan dan sangat bermanfaat bagi manusia. Dengan besi itu, umat Islam bisa menolong agama Allah.

Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Alkitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya, padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa. (QS Al-Hadid: ayat 25).

Selain itu, Alquran juga menggambarkan proses pengolahan besi. Dalam surat Al-Khafi (gua) ayat 96 Allah SWT berfirman, 

Berilah aku potongan-potongan besi. Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Dzulkarnain, Tiuplah (api itu). Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, dia pun berkata, Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar aku kutuangkan ke atas besi panas itu.

Teknologi pengolahan besi tampaknya telah dikuasai manusia sejak zaman Nabi Daud AS. Hal itu terungkap dalam surat Al- Anbiyaa’ (Nabi-nabi) ayat 80. Dalam surat itu Allah SWT berfirman, 

Dan telah Kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu. Maka, hendaklah kamu bersyukur (kepada Allah).

Fakta lainnya yang menyebutkan pengolahan besi yang telah berkembang di zaman Nabi Daud AS juga dengan diungkapkan dalam surat Saba’ (Kaum Saba) ayat 10. 

Dan sesungguhnya telah Kami berikan ke pada Daud karunia dari Kami. (Kami berfirman), Hai gunung-gunung dan burung-bu rung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud, dan Kami telah melunakkan besi untuknya.

Dalam surat Saba’ ayat 11, Alquran juga memerintahkan dan menjelaskan cara membuat baju besi. 

Buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya, dan kerjakanlah amalan yang saleh. Sesungguhnya Aku melihat apa yang kamu kerjakan. 

Paling tidak, terdapat sembilan ayat dalam Alquran yang membahas dan menjelaskan tentang besi. 

Dan Allah menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang telah Dia ciptakan, dan Dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung, dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya). (QS An-Nahl: ayat 81).

Wallahua’lam
Cikarang, 5 Agustus 2014

-----------------------------------
Follow akun instagram kami di @masjidinfo |  @masjidinfo.id  | @hendrajailani
------------------------------------

Baca Juga