MAKAM GODOG. Pintu gerbang menuju ke bangunan makam Sunan Rohmat Suci alias Kian Santang di Desa Lebak Agung, Kecamatan Karangpawitan, Kabupaten Garut, Jawa Barat. |
Raden Kian Santang,
salah satu nama yang begitu melegenda dan lekat di ingatan urang Sunda.
kisahnya dituturukan dari generasi ke generasi berikutnya, bahkan pernah
menjadi tayangan sinetron pavorit di salah satu televisi swasta nasional. Tak
sulit bagi anda untuk menemukan sejarah perjalanan beliau di dunia maya. sudah
ada begitu banyak artikel yang membahas topik tersebut dengan berbagai versi
dan kajian masing masing. semakin jauh anda menelusur, akan semakin menemukan
perbedaan pandangan antara satu sumber dengan sumber lainnya, termasuk tentang
siapa sebenarnya yang dimaksud dengan tokoh “Kian Santang” tersebut. Dari
sekian banyak tulisan dan sumber mengenai tokoh ini, berikut saya rangkumkan
untuk anda.
Siapakah Sebenarnya Raden Kian Santang
Semua penulis,
penelusur dan penutur sejarah sependapat bahwa Kian Santang adalah seorang
Pangeran atau Raden atau Bangsawan, putra dari Prabu
Siliwangi, dari Kerajaan Pajajaran. Lebih dari hal itu ada banyak perbedaan
pendapat. Sama seperti halnya dengan ayahandanya sendiri Prabu
Siliwangi yang kisah hidupnya menjadi perbincangan banyak orang dengan
berbagai versi dan pendapat masing masing.
Putra Bungsu Prabu Siliwangi dan Subang Larang
Telah disinggung
dalam tulisan sebelumnya tentang Siapakah Sebenarnya Prabu Siliwangi,
bahwasanya, Prabu Siliwangi atau Pangeran Jayadewata atau Sri Baduga Mahara
memilki tiga Istri. Istri pertamanya adalah Ambet Kasih (putri dari Ki Gde
Sindang Kasih), Lalu Subang Larang (putri dari Ki Gde Ing Tapang, penguasa
Singapura (Cirebon saat ini) dan Kentring Manik Mayang Sunda. Dari Subang
Larang lahir Pangeran Cakrabuana atau Walangsungsang, Putri Lara Santang dan
Kian Santang.
Kentring Manik
Mayang Sunda adalah putri dari Prabu Susuktunggal yang tak lain adalah putri
pamannya sendiri yang juga Raja Kerajaan Sunda (Pakuan), Pernikahan tersebut
sekaligus menjadikan Prabu Siliwangi sebagai pewaris Kerajaan Sunda dari
pamannya, dan membuka jalan bagi penyatuan kembali kedua kerajaan (Galuh dan
Kerajaan Sunda) menjadi kerajaan Pajajaran yang beribukota di Pakuan, sekaligus
menjadikan Prabu Siliwangi sebagai Maharaja. Lalu siapa yang menjadi
Permaisurinya ?.
MENDAKI ANAK TANGGA Jejeran anak tangga menuju ke Makam Sunan Rohmat Suci atau Kian Santang di kabupaten Garut - Jawa Barat |
Apakah Kian Santang (pernah menjadi) Raja Pajajaran ?
Catatan sejarah
menyebutkan bahwa penerus tahta Pajajaran sepeninggal Prabu Siliwangi adalah Surawisesa
putra Prabu Siliwangi (dari istrinya yang bernama Kentring Manik Mayang Sunda).
Sehingga dapat dipastikan bahwa dalam hirarki kerajaan Pajajaran yang berhak
untuk menjadi putra Mahkota adalah seorang putra yang lahir dari Kentring Manik
Mayang Sunda selaku Pewaris kerajaan Sunda (Pakuan), dan dengan sendirinya kita
dapat fahami bahwa yang menjadi permaisuri prabu siliwangi adalah Kentring
Manik Mayang Sunda.
Permaisuri yang dimaksud
disini adalah Permaisuri utama atau (salah satu) istri raja yang memiliki hak
khusus sehingga anak laki laki yang dilahirkannya berhak mutlak sebagai pewaris
tahta kerajaan alias menjadi putra mahkota. Seperti yang kita ketahui, bahwa
para raja (biasanya) memiliki lebih dari satu orang istri, sehingga diperlukan
ketetapan menunjuk atau memilih atau menentukan salah satunya sebagai
permaisuri dengan berbagai pertimbangan, untuk menghindari terjadinya
ketidakpastian tentang pewaris tahta kerajaan yang berujung kepada perebutan
tahta diantara keturunannya.
Dengan beberapa
keterangan tersebut di atas dapat dipastikan bahwa Kian Santang memang putra
Prabu Siliwangi akan tetapi bukan pewaris tahta kerajaan Pajajaran atau lebih
tepatnya, bukan pewaris utama / pertama / perdana dari tahta kerajaan
Pajajaran. Jadi ?, Kian Santang tidak masuk dalam jajaran tokoh yang pernah
menjadi raja Pajajaran.
Pe-nokohan atau
anggapan atau asumsi bahwa Kian Santang pernah menjadi Raja Pajajaran lalu
mandeg pandito ratu atau sengaja meninggalkan tahta untuk tujuan lain termasuk
untuk uzlah atau dakwah dan sebagainya bisa jadi sebagai akibat bias sejarah lisan
antara tokoh Kian Santang dan Borosngora.
Tahta kerajaan Pajajaran
memang pernah sementara waktu dipegang oleh Pangeran Mangkubumi Suradipati atau
Prabu Bunisora atau Prabu Kuda Lalean atau Batara Guru di Jampang, sepeninggal Prabu
Maharaja Lingga Buana yang gugur di perang Bubad. Beliau memegang tampuk
pimpinan kerajaan dikarenakan Pangeran Niskala Wastu Kencana selaku putra
mahkota, ketika itu masih kanak kanak. Tahta Kerajaan diserahkan secara
sukarela oleh Prabu Borosngora kepada Pangeran Niskala Wastu Kencana ketika
sang pangeran telah mencapai usia dewasa.
Apakah Kian Santang adalah Penyebar Islam ?
Pendapat ini
memanglah menjadi arus utama para penutur sejarah Pajajaran. Bahwasanya Kian
Santang adalah seorang penyebar Islam. Hanya saja memang sejarah perjalanan
Beliau menemukan Islam, yang terdapat kesimpangsiuran atau perbedaan alur
cerita antara cerita tutur yang satu dengan lainnya. Arus utama hikayat hidup
beliau menyebutkan bahwa, Kian Santang memiliki kesaktian luar biasa sehingga tidak
ada yang mampu menandinginya, sampai sampai beliau sangat ingin melihat
darahnya sendiri (tertumpah karena berhasil dilukai oleh lawan tarungnya). Kemudian
seseorang datang memberikan informasi bahwa yang mampu mengalahkan beliau
adalah orang Arab yang bernama Sayidina Ali.
Singkat cerita
beliau ahirnya berangkat ke tanah arab, dipelabuhan di tanah arab beliau
bertemu dengan orang tua bertongkat yang siap mempertemukannya dengan Sayidina
Ali. Kemudian sang pangeran di minta mencabut tongkat si orang tua yang
ditancapkan di pasir pantai. Kian Santang gagal mencabut tongkat itu meski
sudah mengerahkan seluruh kemampuannya. sejurus kemudian Kian Santang menyerah,
si orang tua dengan mudah nya mencabut tongkat tersebut hanya dengan
mengucapkan kalimat Basmalah. dan Itulah yang menjadi awal ber-Islam nya Kian
Santang. Detil ceritanya memiliki beragam versi hanya saja inti-nya adalah
seperti demikian.
Kisah pertemuan
dengan Sayidina Ali tersebut, memiliki kesamaan alur cerita dengan perjalanan
Prabu Borosngora, meskipun antara Kian Santang dan Prabu Borosngora Terpisah 4
generasi (Perhatikan silsilah raja Pajajaran). Bila saja yang dimaksud sebagai
Sayidina Ali tersebut adalah Khalifah Ali Bin Abi Thalib yang juga saudara sepupu
sekaligus menantu Nabi Muhammad s.a.w, maka menjadi lebih rumit lagi, karena baik
Kian Santang maupun Prabu Borosngora yang hidup empat generasi lebih dulu dari
Kian Santang, sama sama tidak hidup di zaman yang sama dengan Sayidina Ali.
Khalifah Ali Bin Abi
Thalib telah wafat sekitar tahun 661 Masehi (tepatnya tanggal 17 atau 19 Romadhon tahun ke 40
hijriah). Sedangkan Prabu Borosngora sendiri baru memegang (sementara) tahta
Pajajaran menggantikan Kakaknya yang gugur di medan perang Bubat pada tahun
1357 masehi. lalu apa yang salah dengan kisah sejarah tutur tersebut ?. Kisah
tutur dari Ciamis menyebutkan bahwa Prabu Borosngora bahkan menerima oleh oleh
berupa sebilah pedang dari Sayidina Ali dan pedang tersebut masih ada hingga
kini. Demikian juga dengan Kian Santang.
Bila didasarkan pada urutan waktu kejadian, Pastinya Sayidina Ali yang dimaksudkan bukanlah Sayudina Ali Bin Abi Thalib Khalifah ke-4 dari Khulafaurrasyidin. Baik dari Masa Borosngora sampai masanya Kian Santang, Pusat ke khalifahan Islam bahkan sudah berpindah ke Khalifah Usmaniyah (Otoman) di Turki bukan lagi di Jazirah Arab. Namun demikian hal yang demikian itu bukanlah hal yang tidak mungkin menurut para praktisi kebathinan.
Bila didasarkan pada urutan waktu kejadian, Pastinya Sayidina Ali yang dimaksudkan bukanlah Sayudina Ali Bin Abi Thalib Khalifah ke-4 dari Khulafaurrasyidin. Baik dari Masa Borosngora sampai masanya Kian Santang, Pusat ke khalifahan Islam bahkan sudah berpindah ke Khalifah Usmaniyah (Otoman) di Turki bukan lagi di Jazirah Arab. Namun demikian hal yang demikian itu bukanlah hal yang tidak mungkin menurut para praktisi kebathinan.
Menelusur
lebih jauh ke belakang, telah disinggung sebelumnya bahwa Kian Santang adalah
putra bungsu Prabu Siliwangi dari istrinya yang bernama Subang Larang anak dari
Ki Gde Ing Tapang, Syah Bandar Singapura (kini Cirebon). Dalam sejarah
berdirinya Masjid Agung Karawang, disebutkan bahwa Subang Larang adalah salah
satu murid (santriwati) dari Syech Hasanuddin alias Syech Quro di pondok Quro
Karawang. Pernikahan antara Prabu Siliwangi dengan Subang Larang terjadi
setelah Sang Prabu memenuhi persyaratan yang diminta oleh Subang Larang, salah
satunya adalah beliau (Prabu Siliwangi) harus ber-Islam.
Ditilik
dari sejarah tersebut dapat kita fahami bagaimana sulitnya Subang Larang
membesarkan anak anak nya secara Islami ditengah kehidupan kraton dan kerajaan
yang masih menganut Sunda Wiwitan. Wajar bila kemudian beliau mengirim anak
anak nya ke rumah orang tuanya di Cirebon untuk mendapatkan pendidikan Islam di
suasana yang lebih Islami. Islam sudah berkembang dengan baik di Cirebon ketika itu. Artinya
bahwa, ketiga anak Prabu Siliwangi dari Subang Larang memang sudah berislam
sejak masih dalam kandungan karena memang dilahirkan dari Rahim seorang ibu
muslimah dari pernikahan yang juga dilaksanakan secara Islam. Tidak terlalu
aneh bila setelah dewasa anak anak Subang Larang menjadi tokoh penyebar Islam
di wilayah yang mereka pun memiliki hak atas nya.***
Selanjutnya: "Apakah Raden Kian Santang adalah Pangeran Cakrabuwana ?"
-----------------------------------
Follow
akun instagram kami di @masjidinfo
| @masjidinfo.id
| @hendrajailani
------------------------------------
Baca Juga
No comments:
Post a Comment