Tuesday, April 12, 2016

Siapakah Raden Kian Santang ?

MAKAM GODOG. Pintu gerbang menuju ke bangunan makam Sunan Rohmat Suci alias Kian Santang di Desa Lebak Agung, Kecamatan Karangpawitan, Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Raden Kian Santang, salah satu nama yang begitu melegenda dan lekat di ingatan urang Sunda. kisahnya dituturukan dari generasi ke generasi berikutnya, bahkan pernah menjadi tayangan sinetron pavorit di salah satu televisi swasta nasional. Tak sulit bagi anda untuk menemukan sejarah perjalanan beliau di dunia maya. sudah ada begitu banyak artikel yang membahas topik tersebut dengan berbagai versi dan kajian masing masing. semakin jauh anda menelusur, akan semakin menemukan perbedaan pandangan antara satu sumber dengan sumber lainnya, termasuk tentang siapa sebenarnya yang dimaksud dengan tokoh “Kian Santang” tersebut. Dari sekian banyak tulisan dan sumber mengenai tokoh ini, berikut saya rangkumkan untuk anda.

Siapakah Sebenarnya Raden Kian Santang

Semua penulis, penelusur dan penutur sejarah sependapat bahwa Kian Santang adalah seorang Pangeran atau Raden atau Bangsawan, putra dari Prabu Siliwangi, dari Kerajaan Pajajaran. Lebih dari hal itu ada banyak perbedaan pendapat. Sama seperti halnya dengan ayahandanya sendiri Prabu Siliwangi yang kisah hidupnya menjadi perbincangan banyak orang dengan berbagai versi dan pendapat masing masing.

Putra Bungsu Prabu Siliwangi dan Subang Larang

Telah disinggung dalam tulisan sebelumnya tentang Siapakah Sebenarnya Prabu Siliwangi, bahwasanya, Prabu Siliwangi atau Pangeran Jayadewata atau Sri Baduga Mahara memilki tiga Istri. Istri pertamanya adalah Ambet Kasih (putri dari Ki Gde Sindang Kasih), Lalu Subang Larang (putri dari Ki Gde Ing Tapang, penguasa Singapura (Cirebon saat ini) dan Kentring Manik Mayang Sunda. Dari Subang Larang lahir Pangeran Cakrabuana atau Walangsungsang, Putri Lara Santang dan Kian Santang.

Kentring Manik Mayang Sunda adalah putri dari Prabu Susuktunggal yang tak lain adalah putri pamannya sendiri yang juga Raja Kerajaan Sunda (Pakuan), Pernikahan tersebut sekaligus menjadikan Prabu Siliwangi sebagai pewaris Kerajaan Sunda dari pamannya, dan membuka jalan bagi penyatuan kembali kedua kerajaan (Galuh dan Kerajaan Sunda) menjadi kerajaan Pajajaran yang beribukota di Pakuan, sekaligus menjadikan Prabu Siliwangi sebagai Maharaja. Lalu siapa yang menjadi Permaisurinya ?.

MENDAKI ANAK TANGGA Jejeran anak tangga menuju ke Makam Sunan Rohmat Suci atau Kian Santang di kabupaten Garut - Jawa Barat

Apakah Kian Santang (pernah menjadi) Raja Pajajaran ?

Catatan sejarah menyebutkan bahwa penerus tahta Pajajaran sepeninggal Prabu Siliwangi adalah Surawisesa putra Prabu Siliwangi (dari istrinya yang bernama Kentring Manik Mayang Sunda). Sehingga dapat dipastikan bahwa dalam hirarki kerajaan Pajajaran yang berhak untuk menjadi putra Mahkota adalah seorang putra yang lahir dari Kentring Manik Mayang Sunda selaku Pewaris kerajaan Sunda (Pakuan), dan dengan sendirinya kita dapat fahami bahwa yang menjadi permaisuri prabu siliwangi adalah Kentring Manik Mayang Sunda.

Permaisuri yang dimaksud disini adalah Permaisuri utama atau (salah satu) istri raja yang memiliki hak khusus sehingga anak laki laki yang dilahirkannya berhak mutlak sebagai pewaris tahta kerajaan alias menjadi putra mahkota. Seperti yang kita ketahui, bahwa para raja (biasanya) memiliki lebih dari satu orang istri, sehingga diperlukan ketetapan menunjuk atau memilih atau menentukan salah satunya sebagai permaisuri dengan berbagai pertimbangan, untuk menghindari terjadinya ketidakpastian tentang pewaris tahta kerajaan yang berujung kepada perebutan tahta diantara keturunannya.

Dengan beberapa keterangan tersebut di atas dapat dipastikan bahwa Kian Santang memang putra Prabu Siliwangi akan tetapi bukan pewaris tahta kerajaan Pajajaran atau lebih tepatnya, bukan pewaris utama / pertama / perdana dari tahta kerajaan Pajajaran. Jadi ?, Kian Santang tidak masuk dalam jajaran tokoh yang pernah menjadi raja Pajajaran.

Pe-nokohan atau anggapan atau asumsi bahwa Kian Santang pernah menjadi Raja Pajajaran lalu mandeg pandito ratu atau sengaja meninggalkan tahta untuk tujuan lain termasuk untuk uzlah atau dakwah dan sebagainya bisa jadi sebagai akibat bias sejarah lisan antara tokoh Kian Santang dan Borosngora.

Tahta kerajaan Pajajaran memang pernah sementara waktu dipegang oleh Pangeran Mangkubumi Suradipati atau Prabu Bunisora atau Prabu Kuda Lalean atau Batara Guru di Jampang, sepeninggal Prabu Maharaja Lingga Buana yang gugur di perang Bubad. Beliau memegang tampuk pimpinan kerajaan dikarenakan Pangeran Niskala Wastu Kencana selaku putra mahkota, ketika itu masih kanak kanak. Tahta Kerajaan diserahkan secara sukarela oleh Prabu Borosngora kepada Pangeran Niskala Wastu Kencana ketika sang pangeran telah mencapai usia dewasa.

RINDANG. Suasana di komplek makam godog tampak rindang, hijau royo royo dengan pepohonan tua da besar. Ditambah lagi dengan udara pegunungan yang sejuk di ketinggian sekitar 1100 meter dari permukaan laut.

Apakah Kian Santang adalah Penyebar Islam ?

Pendapat ini memanglah menjadi arus utama para penutur sejarah Pajajaran. Bahwasanya Kian Santang adalah seorang penyebar Islam. Hanya saja memang sejarah perjalanan Beliau menemukan Islam, yang terdapat kesimpangsiuran atau perbedaan alur cerita antara cerita tutur yang satu dengan lainnya. Arus utama hikayat hidup beliau menyebutkan bahwa, Kian Santang memiliki kesaktian luar biasa sehingga tidak ada yang mampu menandinginya, sampai sampai beliau sangat ingin melihat darahnya sendiri (tertumpah karena berhasil dilukai oleh lawan tarungnya). Kemudian seseorang datang memberikan informasi bahwa yang mampu mengalahkan beliau adalah orang Arab yang bernama Sayidina Ali.

Singkat cerita beliau ahirnya berangkat ke tanah arab, dipelabuhan di tanah arab beliau bertemu dengan orang tua bertongkat yang siap mempertemukannya dengan Sayidina Ali. Kemudian sang pangeran di minta mencabut tongkat si orang tua yang ditancapkan di pasir pantai. Kian Santang gagal mencabut tongkat itu meski sudah mengerahkan seluruh kemampuannya. sejurus kemudian Kian Santang menyerah, si orang tua dengan mudah nya mencabut tongkat tersebut hanya dengan mengucapkan kalimat Basmalah. dan Itulah yang menjadi awal ber-Islam nya Kian Santang. Detil ceritanya memiliki beragam versi hanya saja inti-nya adalah seperti demikian.

Kisah pertemuan dengan Sayidina Ali tersebut, memiliki kesamaan alur cerita dengan perjalanan Prabu Borosngora, meskipun antara Kian Santang dan Prabu Borosngora Terpisah 4 generasi (Perhatikan silsilah raja Pajajaran). Bila saja yang dimaksud sebagai Sayidina Ali tersebut adalah Khalifah Ali Bin Abi Thalib yang juga saudara sepupu sekaligus menantu Nabi Muhammad s.a.w, maka menjadi lebih rumit lagi, karena baik Kian Santang maupun Prabu Borosngora yang hidup empat generasi lebih dulu dari Kian Santang, sama sama tidak hidup di zaman yang sama dengan Sayidina Ali.


DARI BUBAT HINGGA KIAN SANTANG. ada kemiripan kisah perjalanan antara prabu BOROSNGORA yang naik tahta sebagai raja sementara setelah Prabu Lingga Buana Wafat di Bubat, dengan KIAN SANTANG yang merupakan Adik beda ibu dengan prabu SURAWISESA. Dua tokoh yang terpisah empat generasi dengan alur cerita yang nyaris sama. 

Khalifah Ali Bin Abi Thalib telah wafat sekitar tahun 661 Masehi (tepatnya tanggal 17 atau 19 Romadhon tahun ke 40 hijriah). Sedangkan Prabu Borosngora sendiri baru memegang (sementara) tahta Pajajaran menggantikan Kakaknya yang gugur di medan perang Bubat pada tahun 1357 masehi. lalu apa yang salah dengan kisah sejarah tutur tersebut ?. Kisah tutur dari Ciamis menyebutkan bahwa Prabu Borosngora bahkan menerima oleh oleh berupa sebilah pedang dari Sayidina Ali dan pedang tersebut masih ada hingga kini. Demikian juga dengan Kian Santang.

Bila didasarkan pada urutan waktu kejadian, Pastinya Sayidina Ali yang dimaksudkan bukanlah Sayudina Ali Bin Abi Thalib Khalifah ke-4 dari Khulafaurrasyidin. Baik dari Masa Borosngora sampai masanya Kian Santang, Pusat ke khalifahan Islam bahkan sudah berpindah ke Khalifah Usmaniyah (Otoman) di Turki bukan lagi di Jazirah Arab. Namun demikian hal yang demikian itu bukanlah hal yang tidak mungkin menurut para praktisi kebathinan. 

Menelusur lebih jauh ke belakang, telah disinggung sebelumnya bahwa Kian Santang adalah putra bungsu Prabu Siliwangi dari istrinya yang bernama Subang Larang anak dari Ki Gde Ing Tapang, Syah Bandar Singapura (kini Cirebon). Dalam sejarah berdirinya Masjid Agung Karawang, disebutkan bahwa Subang Larang adalah salah satu murid (santriwati) dari Syech Hasanuddin alias Syech Quro di pondok Quro Karawang. Pernikahan antara Prabu Siliwangi dengan Subang Larang terjadi setelah Sang Prabu memenuhi persyaratan yang diminta oleh Subang Larang, salah satunya adalah beliau (Prabu Siliwangi) harus ber-Islam.

Ditilik dari sejarah tersebut dapat kita fahami bagaimana sulitnya Subang Larang membesarkan anak anak nya secara Islami ditengah kehidupan kraton dan kerajaan yang masih menganut Sunda Wiwitan. Wajar bila kemudian beliau mengirim anak anak nya ke rumah orang tuanya di Cirebon untuk mendapatkan pendidikan Islam di suasana yang lebih Islami. Islam sudah berkembang dengan baik di Cirebon ketika itu. Artinya bahwa, ketiga anak Prabu Siliwangi dari Subang Larang memang sudah berislam sejak masih dalam kandungan karena memang dilahirkan dari Rahim seorang ibu muslimah dari pernikahan yang juga dilaksanakan secara Islam. Tidak terlalu aneh bila setelah dewasa anak anak Subang Larang menjadi tokoh penyebar Islam di wilayah yang mereka pun memiliki hak atas nya.***

No comments:

Post a Comment