Arsitektur Pra-Islam sangat kental di bangunan Masjid Agung Sang Ciptarasa Cirebon, Jawa Barat. Mulai dari Gerbang, bangunan utama masjid hingga ke ukiran pada mihrab dan mimbarnya. |
Bung
Karno, tokoh sentral kemerdekaan negara ini meninggalkan begitu banyak pesan
bagi para penerusnya termasuk kepada saya dan anda semua yang mengaku sebagai
orang Indonesia. Beberapa pesannya bahkan masih segar di ingatan meski diantara
kita bahkan tak sempat melihat beliau saat masih hidup. “Jangan sekali
sekali melupakan sejarah”, merupakan pesan yang senantiasa dikutip
oleh para pemimpin negara ini tapi selalu saja dilupakan sejurus kemudian.
Sesungguhnya
pesan tersebut tak semata mata pesan dari Bung Karno, tapi merupakan pesan dari
masa lalu, pesan dari para leluhur untuk anak cucu dan keturunannya. Itu juga
pesan dari para wali meskipun tak pernah disampaikan secara eksplisit. Bilamana
kita berkunjung ke masjid masjid warisan atau masjid yang dinisbatkan bagi para
wali, pesan tersebut akan sangat terasa. Begitupun dengan makam makam mereka.
Islam
datang ke tanah air ini tidak secara serta merta. Tidak juga ditawarkan
layaknya barang dagangan apalagi dengan hunusan pedang atau letupan mesiu. Pendekatan
budaya merupakan salah satu cara yang pernah dilakukan oleh para wali dalam
memperkenalkan Islam melalui proses akulturasi yang tidak sebentar.
Islam
Bukan Arab
candi bentar di lambang - kabupaten Cirebon |
Berkunjung
ke (Kota dan Kabupaten) Cirebon sangat terasa kental nuansa Islam yang
Indonesia. Di kota ini Islam hadir dalam pekerti setempat, pekerti local, pekerti
tanah air.Bangunan bangunan masjid tua, makam makam tua hingga bangunan
bangunan tua masa masa kejayaan Cirebon sebagai sebuah kesultanan sama sekali
tak menggusur dan membumihangus budaya setempat yang sudah mendarah daging.
Tak
aneh bila hingga kini kita masih menemui bentuk bentuk gerbang candi bentar yang dulunya
merupakan gerbang dari sebuah bangunan candi. Bentuk bentuk punden berundak
undak bahkan digunakan dalam arsitektur masjid masjid tua di kota udang ini. dalam
arsitektural Masjid, punden berundak tidak saja digunakan pada bentuk bentuk ornament
pada bangunan pagar masjid tapi juga pada atap bangunan utama masjidnya sendiri.
Bangunan
utama masjid Agung Sang Ciptarasa Cirebon dibangun dalam bentuk atap bersusun
tiga. Makna mendalam terselip dalam susunan atap yang bersusun tiga ini.
kepercayaan lama ditanah air memaknainya sebagai tiga tahapan kehidupan manusia
mulai dari kehidupan di dalam Kandungan, di alam dunia dan di alam setelah
kematian. Sedangkan dalam makna Islami diterjemahkan sebagai Iman, Islam dan
Ikhsan.
Menilik
jauh ke belakang, kamus
besar bahasa Indonesia memaknai punden berundak ini sebagai “bangunan
pemujaan tradisi megalitikum yg bentuknya persegi empat dan tersusun
bertingkat-tingkat”. Dan nyatanya makna tersebut tak bergeser hingga kini meski
dalam kontek yang berbeda.
Bentuk
tradisional asli tanah air tersebut tidak saja membentuk bangunan masjid Agung
Sang Ciptarasa, tapi juga menjadi nafas dari berbagai bangunan di komplek keraton
Kasepuhan, Keraton Kanoman hingga keraton Kacirbonan meski bangunan terahir ini
lebih banyak sentuhan Eropa-nya.
Selain
gerbang candi bentar, masjid agung Cirebon juga menyerap bentuk gerbang Paduraksa pada
gerbang utamanya. Gerbang peninggalan era sebelum Islam ini dugunakan sebagai
gerbang utama bangunan masjid Sang Ciptarasa dengan berbagai modifikasi dan
sentuhan Islami. Namun oranmen punden berundak tak hilang dari gerbang ini.
Menjadi
lebih menarik manakala kita masuk ke dalam bangunan masjid ini. nyaris tak ada ornamen
Islami seperti yang biasa kita temukan di dalam sebuah bangunan masjid bergaya
Arabia. Mihrab dan mimbar di masjid ini sepi dari ukiran ayat ayat suci Al-Qur’an.
Mihrab nya sendiri dibangun dari batu batu pualam berukuran floral, yang
berpusat pada bentuk yang menyerupai bunga matahari pada bagian puncak mihrab.
Bentuk
bunga matahari juga merupakan bentuk dari Surya Majapahit yang merupakan
lambang kebesaran Kerajaan Majapahit. Tak mengerankan, karena konon memang proses
pembangunan masjid ini turut melibatkan Raden Sepat yang tak lain adalah
panglima pasukan Majapahit yang kalah perang dalam serangannya ke Demak dan
kemudian memeluk Islam di masa kekuasaan Raden Fatah.
Orang
yang sama juga terlibat dalam proses pembangunan Masjid Agung Demak yang
disebut sebut sebagai bangunan masjid tertua peninggalan kerajaan Islam di
tanah Jawa. Beliau juga disebut sebut turut terlibat dalam pembangunan masjid
Agung Banten.
Memang
tak salah bila anda berkomentar bahwa masjid Agung Sang Ciptarasa ini memiliki
kemiripan dengan Masjid Agung Demak ataupun Masjid Agung Banten, karena memang
dibangun oleh orang orang yang sama dengan nafas yang sama. Nafas pembauran
demi kemajuan tanpa harus memberangus.
Dan
pada ahirnya, kita pun faham apa yang di wasiatkan oleh sang proklamator negara
ini tidak sekedar siloka yang terpatri di nurani kala mengingatnya. Tapi lebih
dari itu semua dalah pesan untuk senantiasa melanjutkan hal hal yang telah baik
untuk menjadi lebih baik. Era baru, peradaban baru, pemerintahan baru, penguasa
baru tak harus membumihangus hal hal baik yang telah diwariskan oleh para
pendahulu tapi justru melanjutkannya.***
-----------------------------------
Follow
akun instagram kami di @masjidinfo
| @masjidinfo.id
| @hendrajailani
------------------------------------
Baca Juga
No comments:
Post a Comment