Zi Gong atau Cu Khong adalah salah satu murid utama Shen Ren Kong Zi.
Hubungan guru dan murid ini juga begitu dekat. Saking dekatnya, ketika Kong Zi
wafat, Zi Gong tinggal disamping makam gurunya selama enam tahun. Sementara
murid-murid yang lain maksimal hanya tinggal di area makam selama tiga tahun.
Kalau kita berziarah ke makam Kong Zi di Qufu, Jazirah Shandong, Tiongkok, gubug
tempat Zi Gong menginap masih bisa kita jumpai. Bahkan sebatang pohon yang
ditanam Zi Gong pada tahun 479 SM, masih tersisa sampai sekarang, meski sudah
dalam keadaan tidak utuh.
Suatu ketika dalam hidupnya, Zi Gong pernah bertanya kepada Kong Zi tentang
bagaimana seseorang harus bersikap di dalam hidup. Kong Zi tidak menjawab
dengan kata-kata belaka. Beliau mengajak Zi Gong masuk ke dapur. Ketika Zi Gong
bingung dan menunggu, gurunya sudah asyik menyiapkan perapian dan mulai memasak
air. Kala air mulai mendidih, Kong Zi keluar rumah dan kemudian masuk kembali
sambil membawa sebongkah batu. Kemudian batu itu dimasukkannya kedalam air yang
mulai mendidih. Kong Zi merebus batu!.
Dalam hati Zi Gong bertanya-tanya tentang keanehan Sang Guru. Namun ia
belum berani bicara dan diam menunggu. Selang beberapa waktu Kong Zi
mengeluarkan sang batu dan menaruhnya diatas meja. Tiba-tiba Kong Zi berkata,
"Kamu jangan seperti Batu". Mulut Zi Gong menganga, "Batu ini
begitu keras, direbus didalam air panas mendidih pun tidak berkurang kerasnya.
Orang seperti batu, sangat kaku, merasa paling benar, paling jagoan dan tidak
bisa berubah. Padahal kehidupan selalu berubah. Diatas pohon tinggi masih ada
awan. Diatas awan masih ada langit. Diatas langit masih ada Tian. Bagaimana mungkin kita, manusia
biasa, boleh merasa diri paling sempurna?".
Zi Gong tersadar. Sang Guru sedang memberinya pelajaran lewat contoh
sederhana. Inilah yang acap kali membuat Zi Gong dan saudara-saudara
seperguruannya begitu mengagumi cara Gurunya mengajar. Pelajaran yang begitu
rumit dan dalam sekali, pun bisa diuraikannya secara amat sederhana. Sungguh
Sang Guru manusia agung. Setelah merenung sejenak Zi Gong lalu bertanya,
"Guru, saya harus bersikap bagaimana?".
Seperti tadi, kali ini Kong Zi pun tidak menjawab. Ditambahkannya, kayu ke
dalam perapian dan sekali lagi beliau beranjak ke luar rumah. Tak lama kemudian
ia membawa sebongkah salju yang mengeras. Tanpa berkata-kata bongkahan salju
itu dimasukkannya kedalam air yang bergolak panas. Dalam hitungan detik, salju
pun mencair. Hilang dari pandangan, luluh bagai air. Lalu Kong Zi berkata,
"Kamu jangan seperti bongkahan salju. Kelihatan keras, berkarakter, punya
prinsip dan teguh pendirian, namun baru diuji sebentar saja semuanya lenyap tak
berbekas. Suka mengecam orang lain yang tidak jujur, berlaku sok suci, namun
ketika dihadapkan pada kehidupan nyata, semua idealismenya hancur tak berbekas
dan akhirnya ikutan korup".
Zi Gong tersadar. Dia kini sudah dihadapkan dua ekstrim: keras kepala
versus tidak berpendirian. Punya prinsip kaku versus prinsip fleksibel banget.
Dia kini ingat nasihat Sang Guru sebelumnya. Terlalu kiri tidak baik. Terlalu
ke kanan juga tidak baik.Terlalu cepat tidak tepat. Terlalu lambat juga tidak
tepat. Terlalu maju perlu direm. Terlalu lambat perlu didorong. Yang terbaik
adalah Zhong Yong, Tengah Sempurna.
Ketika Sang Guru memandangnya sambil tersenyum. Zi Gong tersentak dari
lamunannya. Sambil menghormat, Zi Gong kembali bertanya, "Saya memahami
penjelasan Guru. Namun saya belum menemukan jawaban tentang bagaimana saya
seharusnya menyikapi kehidupan. Mohon Guru berkenan memberikan petunjuk lebih
lanjut".
Seperti sebelumnya, Kong Zi juga tidak menjawab. Kini ia pun bangkit dari
tempat duduknya dan segera beranjak. Tidak ke halaman depan rumah, melainkan ke
belakang. Tak lama kemudian Sang Guru membawa dua butir telur ayam ditangannya.
Telur yang satu kemudian dipecahkannya di depan Zi Gong. Segera Zi Gong bisa
melihat cairan telur yang telah meleleh membasahi meja. Cair namun kental. Telur kedua kemudian
dimasukan kedalam air yang mendidih.
Setelah berdiam cukup lama, tiba-tiba Kong Zi mengeluarkan telur yang sudah
matang dan megelupasnya. Segera tercium harum aroma telur rebus dan terlihat
putih ranumnya telur matang. Telur yang semula cair dan kental dikala mentah,
kini berubah menjadi lebih keras sesudah matang. Lalu Kong Zi pun berkata,
"Kamu pun jangan menjadi telur rebus. Baru belajar sedikit, sudah merasa
mampu menguasai semua. Baru paham secuil ayat suci, merasa sah memonopoli
kebenaran, sombong, ekstrem, takabur".
Cukup lama Zi Gong merenung. Satu-satu terlintas wajah sahabatnya. Bertapa
sulit mencari pembelajar sejati, yang tekun belajar tanpa kenal lelah, mampu
menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari dengan baik dan tetap
rendah hati. Tidak sombong. Terbayang salah satu wajah saudara seperguruannya
yang terpandai, Yan Yuan. Kiranya hanya dialah yang pantas disebut sebagai
pembelajar sejati. Tak salah bila Sang Guru begitu menyanyangi Yan Yuan. Figur
Yan Yuan jelas bukan seperti telur rebus yang diceritakan Sang Guru. Kalau mau
jujur, dirinya pun masi ada unsur telur rebusnya. Terkadang di bawah sadarnya,
ia masih suka menyombongkan diri sesekali. Ia harus berubah. Sang Guru telah
dengan jitu menyentilnya secara tidak langsung.
Setelah sadar, wajah Zi Gong langsung bersemu merah kala gurunya
tersenyum-senyum memandangnya dari tadi. Seakan telah terbuka semua rahasia
hatinya. Tapi mengapa harus malu? Bukankah Sang Guru memang sudah memahami
segenap kekuatan dan kelemahannya? Tanpa menunggu pertanyaan Zi Gong, Kong Zi
kembali bergegas kebelakang. Diambilnya sebuah wortel dari kebun. Seperti
sebelumnya, wortel itu pun dimasukkannya ke dalam air mendidih. Selang beberapa
waktu, wortel itu diangkatnya dari air rebusan. bersamaan dengan itu Kong Zi
pun berkata, "Zi Gong, kamu pun tidak boleh menjadi wortel rebus".
Sejenak Zi Gong tercenung. Dipegangnya wortel rebus itu sambil
dipencet-pencet. Wortel yang semula keras kini menjadi lunak. Namun ia tetap
bisa dikenali sebagai wortel. Mengapa gurunya mengatakan seperti itu? Bukankah
wortel melambangkan fleksibilitas, keluwesan, namun sekaligus kekukuhan untuk
mempertahankan prinsip, sehingga tetap tidak kehilangan jati diri? Mulut Zi
Gong ingin meluapkan banyak kata-kata, berjuta argumen; namun entah mengapa
seakan terkunci.Sang Guru tetap tersenyum. "Zi Gong, wortel memang luwes,
fleksibel, mampu beradaptasi, mampu beradaptasi menyesuaikan diri. Hebatnya
lagi ia tidak kehilangan jati dirinya. Lambang seseorang yang teguh mempunyai
prinsip, namun tidak kaku. Bagus. Tapi, cobalah kamu lihat air ini. air ini
tetap tidak berubah. Tidak ada nilai tambah. Apa artinya? Pengorbanan wortel
itu menjadi sia-sia. Tidak mengubah apa-apa."Mata Zi Gong membelalak lebar,
wajahnya memancarkan roma kegembiraan. Sekali lagi ia mendapat pencerahan dari
gurunya yang amat bijaksana. Ia sungguh-sungguh beruntung mempunyai guru yang
begitu arif dan bijaksana.
Sampai di sini Zi Gong sudah tidak merasa penasaran lagi. Ia seakan sudah
cukup terpuaskan dengan empat contoh yang diberikan gurunya. Dia tidak sadar
bahwa Sang Guru sudah mengganti airnya, menambahkan kayu bakar dan mulai
merebus air kembali. Dia baru sadar kembali kala gurunya menaruh bongkahan gula
batu kedalam air mendidih.
Tak lama kemudian Sang Guru berkata, "Jadilah kamu gula batu, muridku.
Tubuhnya memang hancur seperti bongkahan salju, tapi bukan karena ia tidak
punya prinsip. Kelihatannya kalah, tapi sebenarnya dialah yang menang, yang
menguasai yang membuat air berubah manis. Biarkan orang menyangka diri
merekalah yang menang, namun sesungguhnya telah dikalahkan secara cerdik dan
halus. Bila kamu bisa meresapi dan menghayati makna filosofi gula batu ini,
kamu akan bisa menerapkanya di bidang apa pun di sepanjang hidupmu. Itulah
jawaban atas pertanyaanmu semula, bagaimana sikap terbaik dalam
kehidupan".
Mata Zi Gong mendadak bersinar ribuan watt. Dia sungguh-sungguh
tercerahkan. Dengan menangis haru Zi Gong bersujud di hadapan Sang Guru.
Dipeluknya erat-erat kaki Kong Zi. Lama, sangat lama. Hari ini dia telah
mendapatkan mutiara kehidupan yang tak ternilai harganya. Dia berjanji dalam
hati. bertekad memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari dan menyebarkannya
ke seluruh dunia.
Sheng Ren Kong Zi pun tersenyum haru. Dia menaruh harapan besar pada
murid-muridnya, terutama Zi Gong dan Yan Yuan. Di tangan merekalah masa depan
ajarannya diharapkan bisa semakin berkembang. Ia selalu menaruh harapan besar
kepada generasi muda.
Harapan Kong Zi tentang muridnya sebagian besar terwujud. Khusus tentang Zi
Gong, dia tumbuh menjadi orang yang sukses, baik di masyarakat, dalam
pemerintahan dan juga sebagai pengusaha. Semua itu tidak lepas dari sifatnya
yang luwes, lentur, namun tetap memegang prinsip. Kemampuan diplomasinya bahkan
beberapa kali menyelamatkan dan mendinginkan situasi panas yang terjadi dalam
hubungan antar kerajaan pada masa itu. Tak jarang ketika Kong Zi diangkat
menjadi Menteri Kerajaan Lu, Zi Gong sering diutus Sang Guru untuk menangani
hal-hal penting, persoalan-persoalan yang berat. Ia memang murid yang bisa
diandalkan.
dikutip dari yotta-steel
------------------------------------------
Baca
Juga
No comments:
Post a Comment