CANDI DARI BATA. Candi Jiwa di Batujaya, Kabupaten Karawang. Salah satu dari sekian banyak candi yang sudah dipugar di komplek pecandian Batujaya ini. |
Candi Jiwa adalah salah satu candi dari susunan
batu bata di dalam komplek situs pecandian Batujaya di kecamatan Batujaya
kabupaten Karawang provinsi Jawa Barat. Dari sekian banyak catatan dan laporan
disebutkan bahwa para arkeolog dan peneliti menduga candi ini dan komplek pecandian
Batujaya ini berasal dari peradaban kerajaan Tarumanegara.
Disebut komplek pecandian karena memang di
kawasan ini terdapat begitu banyak ditemukan reruntuhan candi dari beragam
ukuran dan diperkirakan kawasan ini mencakup luasan yang jauh lebih luas
dibandingkan dengan candi Borobudur sekaligus jauh lebih tua dari candi
Borobudur, meski dari ukuran masing masing candi jauh lebih kecil dibandingkan
dengan Borobudur.
Warisan Tarumanegara ?
Cukup lama Kerajaan Tarumanegara bertahan
dengan status sebagai kerajaan tertua di pulau Jawa sampai kemudian muncul
berita tentang keberadaan kerajaan Salakanagara yang berpusat disekitar
Pandeglang provinsi Banten yang “konon” eksis di abad ke 2 masehi, meskipun tak
bertahan lama setelah pusat kekuasaan bergeser ke timur di muara sungai Citarum
di daerah yang kini ditemukan situs pecandian Batujaya, dan kemudian berubah
nama menjadi Tarumanegara.
Sesuai dengan namanya “Tarumanegara” yang
mengandung kata “Tarum” diperkirakan wilayah kerajaan ini memang berpusat disekitar
kali Citarum yang kini menjadi batas alami antara kabupaten Karawang di timur
dan kabupaten Bekasi di sisi barat-nya. Hanya saja belum ada yang berani dengan
pasti mengatakan bahwa nama “TARUManegara” itu mengambil nama dari kali ciTARUM
atau justru sebaliknya.
Ketika dulu pertama kali dilakukan proses penggalian
total untuk di pugar, di sekitar lokasi ini ditemukan serakan tulang belulang
manusia dan menjadi tambahan pertanyaan tentang penyebab kematian mereka, belum
lagi setumpuk pertanyaan tentang candinya belum terjawab, sebagian kecil
pertanyaan yang sudah terjawab pun masih belum tuntas dan pasti.
Tempat Sembah Hyang ?
Obrolan ringan sesama pengunjung yang datang
kesorean ke lokasi ini, salah satunya pengunjung dari Taiwan ditemani guide-nya
(atau bahkan mungkin pacarnya) muncul dugaan bahwa di puncak candi ini dulunya
terdapat “sesuatu” yang sakral. Candi Jiwa ini dibangun dari susunan batu bata,
berdenah segi empat, ber-orientasi Barat Daya – Timur Laut dan Barat Laut – Tenggara.
Bagian atas candi memang sekilas pandang tampak
terpotong, ada pola kelopak kelopak bunga pada denah bagian atas nya itu, “entah
apa” yang dulu berada di tengah tengah pola tersebut. Dari bentuknya, candi
Jiwa memang seperti sebuah tatakan bagi sesuatu. Hanya saja menjadi pertanyaan
berikutnya adalah, kemanakah perginya bagian atas candi itu ?. Di sekitar
lokasi sejauh ini tak ditemukan puing atau sesuatu yang sekiranya bagian yang
terpenggal itu.
Akankah “benda” di puncak candi itu adalah
sesuatu yang merupakan simbol ketuhanan (Sang Hyang) peradaban saat itu, dan
terbuat dari bahan berharga sehingga “raib” dari lokasi menjadi “korban jarahan”
hingga lenyap dari lokasi ?.
Tatakan yang kehilangan yang ditataki |
Berawal Dari Unur Jiwa
Obrolan sambil ngopi tengah malam dengan
pemilik warung kopi yang juga salah satu warga asli sekitar candi ini menelurkan
kisah beliau yang “dulu waktu itu sekitar tahun 1970-an, dibayar untuk
melakukan pekerjaan aneh, menggali lokasi keramat di Unur Jiwa itu”. Disebutnya
aneh karena harus menggali dengan ukuran petak petak tertentu.
Setelah menggali tak terlalu dalam, mereka
disusuruh istirahat sambil menunggu orang orang ber-kuas masuk ke dalam petak
galian, mengorek ngorek tanah dengan sapuan kuas, motret sana sini, nulis nulis
dan menggambar di kertas kosong. pekerjaan berlangsung beberapa hari.
Di ujung cerita mereka justru di suruh nutup
lagi lubang bekas galian dengan tanah bekas galian. Lokasi itu kemudian dipagar
bambu, dipasang plang peringatan yang intinya ‘dilarang mengganggu, mengusik,
memindah apapun yang ada disana’. Kala itu mereka dibayar sekitar Rp. 150
sampai Rp. 200 perorang perhari, harga yang cukup tinggi dengan nilai rupiah
saat itu. Pekerjaan lumayan mahal yang cukup aneh toh.
Muka tanah tempat candi jiwa ini berdiri sedikit lebih rendah dibandingkan dengan paras tanah disekitarnya, sehingga biasa bila di musim hujan, pelatarannya tergenang air. |
Masih menurut tuturan beliau itu, sebelum ada
gawean gali menggali itu, memang ada beberapa orang yang wara wiri ke lokasi
itu. Salah satu yang masih beliau ingat adalah seorang perempuan paruh baya
yang kabarnya adalah “orang pintar” dari Jawa yang datang kesana berdasarkan
wangsit. Dan tak lama setelah itu datang serombongan orang orang dari Jakarta
yang ngasih mereka gawean gali menggali itu.
Sebelum dilakukan penggalian total dan
pemugaran, situs Candi Jiwa ini hanya berupa gundukan tanah tinggi dipenuhi
pepohonan perdu dan banyak ularnya di tengah tengah pematang sawah yang
menghampar luas. Tanah tinggi seperti itu dalam Bahasa setempat disebut Unur.
karena banyak unur, maka masing masing unur itu diberi nama, dan unur yang satu
ini disebut Unur Jiwa, saat itupun memang banyak ditemukan batu bata berukuran
tak normal disekitar lokasi,
Nah, kenapa di kasih nama Unur Jiwa ?, ane lupa
bagian yang ntu, entah waktu itu lupa nanya ke beliau atau memang ane yang ude
lupa bahwa waktu itu lupa nanya. Hadeuh. Tar dah Insya Allah kapan kapan kalau
balik lagi ke lokasi dan ketemu lagi sama orangnya, saya tanyain lagi. Kalau
gak ketemu orangnya mungkin nanti sekalian tak tanyain ke tumpukan bata candi-nya,
kali aja di jawab.*** https://goo.gl/p0l11E
-----------------------------------
Follow
akun instagram kami di @masjidinfo
| @masjidinfo.id
| @hendrajailani
------------------------------------
Baca Juga
No comments:
Post a Comment