Duren adalah buah yang sangat
fenomenal, sebagian orang menyebutnya sebagai buah yang sangat lezat rasanya
dan gurih, lembut, wangi lagi harum. Cukup tinggi nilai ekonomisnya, tinggi
kadar kalorinya, bersih karena terlindung dalam kulit yang kokoh dan garang
serta tentunya tidak selalu mudah untuk didapatkan.
Pecinta duren akan rela keliling pasar
untuk mencari dan membelinya meskipun harus membayar mahal. Petani atau
tepatnya pemilik kebun duren di Sumatera
Selatan rela begadang sepanjang malam menunggu buah duren yang matang runtuh
dari pohonnya karena memang pohonnya yang sebagian besar puluhan meter
tingginya dari permukaan tanah. Mereka bahkan harus adu cepat dengan macan si
raja hutan memperebutkan duren runtuh tersebut.
Pedagang duren tidak pernah takut
dagangannya tidak laku karena duren tidak pernah lapuk, bila dalam sehari duren
tak habis terjual mereka akan membuka kulitnya, mengambil dagingnya dan
memasukkan-nya kedalam toples atau guci steril, memberinya sedikit garam dan,
duren-pun berubah jadi lauk untuk makan siang yang disebut Tempoyak, orang
Bangka menyebutnya Lempok. Tempoyak atau lempok harganya bahkan lebih mahal
dari duren-nya sendiri.
Biji duren rasanya terasa nikmat
setelah direbus dan dimakan sebagai teman main gapleh di pos ronda atau dibuat
kolak bersama daging durennya, rasanya wah nikmat sekali. Kulit duren jangan
dibuang begitu saja, bagi orang yang dirumahnya banyak di-diami kutu busuk
kulit duren paling ampuh untuk mengusir kutu busuk atau tumbila dan sejenisnya
yang suka bersarang di celah rajutan kasur. Cukup meletakkan kulit duren yang
masih segar dibawah ranjang Insya Alloh binatang penghisap darah yang bikin
benthol dan gathel itu akan pergi dengan sendirinya.
Pohon duren[1] yang sudah tua, tinggi
dan besar-besar bila sudah tidak produktiv jangan dibiarkan merana dan mati
sia-sia, panggil tukang gergaji lalu ditebang dan dijadikan bahan bangunan.
Kayunya tergolong kayu merah dengan tingkat kepadatan sedikit lebih baik diatas
kayu mahoni, kandungan airnya tidak terlalu tinggi karena pori-pori-nya yang
kecil-kecil bahkan hanya seukuran 0.05 hingga 0.07 mm saja bahkan bisa lebih
kecil lagi bila dibagian hati kayunya. Harga satu kubik kayu pohon duren cukup
untuk mengganti satu hektar lahan kebun duren dengan tanaman tumpang sari
sementara menunggu musim berbuah berikutnya.
Kecilnya pori-pori pohon duren
menyebabkan ia cukup tahan terhadap serangan rayap dan hama kayu yang biasanya
menyelinap kedalam pori-pori kayu saat masih hidup ataupun sudah kering. Ukuran
rayap belia atau masih bayi sekitar 0.07 hingga 0.1 mm saja, akan sangat sulit
untuk masuk kedalam pori-porinya.[2] Kini kita tahu betapa ekonomisnya pohon
duren dan properti-nya itu.
Tapi marilah kita lihat duren dari
kacamata orang lain yang sudah terlanjur tidak suka pada buah hutan sumatera
yang satu ini, dengan lancar dia menuturkan betap buruknya buah duren bagi
dirinya !. D U R E N !!!, buah yang baunya menyengat hidung, menghilangkan
selera makan, membuat perut mual mau muntah, jangankan menyantapnya, membawanya
pun sudah sangat merepotkan apalagi membukanya salah-salah tangan akan tertusuk
durinya. Dengan tanpa berdosa dia akan menuturkan betapa buruk nya buah duren,
buah pembawa luka, bikin semua perabot dalam rumah tercemar oleh baunya, betapa
sulit menghilangan aromanya dari pakaian. Belum lagi sangat repot membuang
sampah kulitnya ditambah lagi harganya yang selangit, HUH benar-benar buah
sial.
Bayangkan betapa sialnya kita bila
tiba-tiba sampai tertimpa buahnya yang runtuh, sementara untuk memanjat
pohonnya sangat tidak mungkin karena terlalu tinggi, ditambah lagi buahnya
sebegitu jauh di ranting pohon, celakanya lagi dahan pohon duren sangat rapuh, beban
impact-nya sangat rendah, gampang sekali patah dan roboh tertiup angin. Sangat
berbahaya bila kita ada disana saat kejadian itu. Lalu apa sih bagusnya Duren
?. Bahkan bijinya lebih besar dari lapisan buahnya. Kayaknya kita hanya repot
membeli setumpuk kulit bergigi tajam dan sekeranjang biji yang sama sekali
tidak nikmat untuk disantap. Untuk apa sih repot repot membeli sampah semahal
itu.
So, Duren ? No way !!!.
Untuk mereka yang tidak suka duren
tawaran apapun yang diajukan menyangkut duren dia akan tetap bilang No Way,
hanya bila duren berubah jadi duku atau semangka-lah yang akan membuatnya
meninjau kembali sikapnya (Itupun bila dia suka duku atau semangka) tapi
sebaliknya sejuta berita dan rumor tentang duren takkan membuat pecinta duren
berhenti untuk menyantapnya dan menyebut duren sebagai buah ter-nikmat yang ada
di bumi.
Memang sudah suratan, dibumi ini
banyak sekali mahluk yang bernasib seperti duren, kadang kita dan orang-orang
menyebutnya sebagai objektivitas menilai (duren) dan subjektivitas menikmati
ketidaksetujuan padanya. Kita pun kadangkala terjebak dalam objectivitas yang
subjectiv dalam memutuskan penilaian terhadap sesuatu. Pada ahirnya kita memang
akan pernah mengalami nasib sebagai duren atau penilai duren. Walu memang tak pasti
nyata dan tidak-nya.
“Adalah lebih baik bila kita tetap
dapat menilai segala sesuatu dengan lebih bijaksana”
-----------------------------------
Follow
akun instagram kami di @masjidinfo
| @masjidinfo.id
| @hendrajailani
------------------------------------
Baca Juga
No comments:
Post a Comment