Showing posts with label legenda. Show all posts
Showing posts with label legenda. Show all posts

Saturday, May 13, 2017

Naga Istana

Arca Naga di Istana Bogor

Konon, menurut legenda dan cerita tutur, dulunya Naga adalah hewan tercantik di surga, ia bebas hilir mudik keluar masuk ke surga. Sedangkan Iblis sudah terusir dari Surga akibat pembangkangannya atas perintah Allah untuk sujud kepada Adam a.s. Dalam satu kesempatan Iblis berhasil merayu Naga untuk memberinya tumpangan di dalam mulut naga agar bisa masuk ke dalam surga. Adam dan Hawa pun ahirnya tergoda rayuan iblis dan di usir dari Sorga, begitupun dengan Sang Naga.

Di dunia, Naga di citrakan beragam di berbagai peradaban. Di dunia Barat, Naga disimbolkan sebagai mahluk jahat, bertampang seram dan bersyap. Sementara di timur mayoritas di citrakan sebagai mahluk perkasa simbol kejayaan dan tak butuh sayap untuk terbang karena toh dia adalah mahluk langit. Mungkin karena itu, "Sang Naga" pun tampil di pekarangan #istanabogor meski ukurannya tak se gigantik #legendanaga.

Adakah Indikasi di dalam Al-Qur’an

Al-Qur'an tidak menyebut nyebut tentang Naga sebagaimana dimaksud dalam legenda legenda itu. Namun Al-Qur'an mengindikasikan tentang jenis "Dabbah atau binatang melata" serta ciptaan Allah “yang manusia tidak mengetahui-nya”. Sebagaimana disebutkan dalam An-Nahl ayat 8, Asy-Syuura ayat 29 dan An-Nahl ayat 49.

“dan (Dia telah menciptakan) kuda, bagal dan keledai, agar kamu menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya”. (QS An-Nahl (16) : 8)

“Di antara (ayat-ayat) tanda-tanda-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan makhluk-makhluk yang melata Yang Dia sebarkan pada keduanya. Dan Dia Maha Kuasa mengumpulkan semuanya apabila dikehendaki-Nya”. (QS Asy-Syuura (42): 29).

“Dan kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang berada di langit dan semua makhluk yang melata di bumi dan (juga) para ma]aikat, sedang mereka (malaikat) tidak menyombongkan diri”. (QS An-Nahl (16): 49)

Secara umum ‘Binatang Melata” diartikan sebagai binatang yang hidup di bumi dan berjalan dengan perutnya. Bila menilik berbagai legenda tentang Naga yang katanya bisa terbang, (dengan atau tanpa sayap-nya), tampaknya Naga tidak masuk dalam katagori itu. Apakah yang dimaksud dalam kalimat "Allah menciptakan yang kau tidak mengetahuinya" termasuk juga "binatang Naga"?, Entahlah, karena kalimatnya pun teramat luas.

Namun demikian, bagi manusia, legenda akan tetap menjadi legenda sampai suatu hari ditemukan fakta sesuai dengan kaca mata ilmu pengetahuan kekinian benar benar terungkap. Belajar dari pengalaman “Hewan Okapi” menunjukkan bahwa apa yang disinyalir sebagai legenda ternyata benar benar ada, orang orang menyebutnya legenda semata mata karena belum pernah benar benar menyaksikan keberadaannya.

Hewan Okapi adalah salah satu hewan endemik hutan Ituri di benua Afrika, tepatnya di timur laut Republik Demokratik Kongo. Di jaman awal penjelajahan orang oran Eropa ke benua Afrika, penduduk pribumi Kongo bercerita kepada para pelancong Eropa tentang keberadaan binatang yang wujudnya seperti perpaduan antara zebra dan jerapah. dan para pelancong menganggap bahwa itu hanya cerita rakyat belaka.

Namun apa yang begitu lama disebut legenda ternyata benar benar ada ketika pada tahun 1901, Sir Harry Johnston membawa sebuah kulit binatang yang membuktikan keberadaan makhluk tersebut, yang kini dikenal dengan nama Okapi Jonstoni, sesuai dengan nama tokoh yang dianggap penemunya itu.***

-----------------------------------
Follow akun instagram kami di @masjidinfo |  @masjidinfo.id  | @hendrajailani
------------------------------------

Baca Juga

Tuesday, February 2, 2016

Apakah Nganjuk Adalah Negeri Ngatas Angin ?

Candi Ngetos, Nganjuk
Pernah dengar “Negeri Atas Angin” atau “Negeri Ngatas Angin” ?. Apakah negeri itu adalah kota yang sekarang dikenal sebagai kota Nganjuk ?.  

Di desa Ngetos Kecamatan Ngetos kabupaten Nganjuk terdapat sebuah bangunan candi dari era Majapahit yang sudah tidak utuh dan dikenal sebagai Candi Ngetos. Mungkin karena berada di desa Ngetos lalu disebut candi Ngetos. Candi satu ini diperkirakan dibangun sekitar abad XV dimasa kekuasaan Majapahit, dan diperkirakan merupakan pusara dari Prabu Hayam Wuruk, Raja terbesar Majapahit yang bergelar Rajasa Negara.

Pada masa jayanya Desa Ngetos merupakan bagian dari wilayah Negeri Ngatas Angin yang merupakan Negara Bawahan Majapahit. Ngatas Angin dipimpin oleh Raden Condromowo yang kemudian bergelar Raden Ngabei Selopurwoto dengan patihnya bernama Raden Bagus Condrogeni. Raja Ngabei Siloparwoto adalah paman dari Prabu Hayam Wuruk yang suatu ketika berkunjung ke wilayah kekuasaan pamannya yang berada di lereng Gunung Wilis itu.  

Prabu Hayam Wuruk berwasiat kepada pamannya agar dibangunkan sebuah candi sebagai tempat pendharmaan abu jenazahnya apabila nanti dia telah wafat. Raja Ngabei Siloparwoto kemudian menugaskan Empu Sakti Supo (Empu Supo) untuk membuat kompleks percandian di Ngetos. Karena kesaktiannya maka dalam waktu yang tidak terlalu lama tugas tersebut dapat diselesaikan sesuai petunjuk.


Dipilihnya desa Ngetos sebagai tempat pendarmaan dirinya oleh Sang Prabu diperkirakan karena Gunung Wilis merupakan salah satu gunung suci di tanah Jawa, agar bangunan candi berada lebih dekat dengan kediaman para dewa. Karena menurut kepercayaan pada masa silam, puncak gunung merupakan kediaman para dewa.

Raja Ngatas Angin R. Ngabei Selupurwoto mempunyai saudara di Kerajaan Bantar Angin Lodoyo (Blitar) bernama Prabu Klono Djatikusumo, yang kelak digantikan oleh Klono Joyoko. Dua tempat dengan tempat yang nama nya sama sama menggunakan kata “Angin” dan dipimpin oleh dua orang bersaudara, pastinya bukanlah suatu kebetulan.

Kisah Negeri Ngatas Angin belum berahir sampai disitu. Legenda tanah Jawa juga menceritakan tentang sebuah Negeri Atas Angin yang kekuasaannya berpusat di Keraton Ngatas Angin dibawah pimpinan seorang Ratu. Bila Negeri Ngatas Angin-nya R. Ngabei Selupurwoto berada di Nganjuk yang kini pun terkenal sebagai Kota Angin, lalu Negeri Ngatas Angin-nya Keraton Ngatas Angin itu kira kira ada dimana ya?. Atau ada dimana mana, karena toh angin pun ada dimana mana, atau bisa jadi yang dimaksud hanyalah sebuah perumapamaan yang nyata. ***

Wednesday, October 21, 2015

Katakan Cinta Dengan Bunga Kenanga

Apa yang ada dibenak anda ketika mendengar kalimat "katakan dengan bunga". bisa jadi anda membayangkan seperti adegan filem atau sinetron yang berkaitan dengan adegan romantis, rangkaian bunga atau bahkan hanya setangkai mawar. Kenapa harus mawar ?. Bagaimana bila diganti saja dengan setangkai kembang kenanga. Katakan cintamu dengan kenanga. Bisa jadi kisah romantisnya bubar.

Tiap bunga memiliki ke -khas-an nya sendiri sendiri temasuk Kenanga. pernah tau kenapa bunga harum satu ini namanya kenanga?. Saya juga tidak tau pasti. Di Indonesia bunga kenanga banyak dipakai dalam berbagai prosesi adat terutama yang berhubungan dengan pernikahan. lalu kenapa jadi aneh pada saat "katakan dengan bunga" tadi itu menggunakan kenanga sebagai bunganya ya?. Mungkin karena kenanga juga dipakai sebagai bunga tabur pada saat ziarah kubur, hingga aroma bunga ini kadang bikin merinding sebagian orang.

Kenanga merupakan salah satu flora asli Indonesia. Bunga ini menjadi bunga identitas propinsi Sumatera Utara. Nama Latinnya Cananga Odorata terdiri dari tiga jenis yakni kenanga yakni Kenanga Biasa (Cananga Odorata Macrophylla) yang merupakan asli Indonesia, lalu ada Kenanga Genuin atau kenangan filipina atau kenanga ylang-ylang (Cananga Odorata genuina) dan Kenanga Perdu (Cananga Odorata Fruticosa).

Pohon Kenanga biasa bisa tumbuh hingga setinggi 12 meter, kayunya keras dan cocok untuk bahan peredam suara. Kenanga filipina juga merupakan pohon namun tidak setinggi pohon kenanga biasa sedangkan kenanga perdu adalah kenanga yang sering ditanam di pekarangan rumah, paling tinggi bisa mencapai ketinggian tiga meter.

Selain di Indonesia dan Filipina sebagai daerah asal-nya. Kenanga juga banyak ditanam di Polinesia, Melanesia dan Mikronesia. tiga negara kepulauan yang berada di Samudera Pasifik selatan. Bunga kenanga termasuk jenis bunga yang menggantung dengan aromanya yang harum dan segar.

Dalam kebudayaan Jawa, kehadiran bunga Kenanga di dalam taman dapat menjadi penangkal ilmu hitam, guna-guna dan sejenisnya untuk melindungi rumah beserta isinya. Ada juga yang mempercayai bahwa dengan menanam pohon ini di taman, akan enteng jodoh bagi anggota keluarga yang belum berkeluarga.

Untuk perawatan tubuh, bunga ini digunakan sebagai pewangi pada rambut dan seluruh tubuh dengan sari minyak yang di ekstrak dari bunganya. Bunga kengana dapat berfungsi sebagai obat penyembuh penyakit malaria, asma/sesak nafas, bronchitis dan minuman menyehatkan (jamu) saat setelah melahirkan, dengan menyeduh bunga yang sudah dikeringkan atau direbus beserta beberapa jenis bahan lainnya, lalu kemudian diminum dalam jangka waktu tertentu.

Makna Kenanga

Meski tak tau persis asal muasal nama bunga ini, namun Kenanga itu memang sangat dekat dengan kata Kenang atau Kenangan. Wajar bila bunga ini selalu dipakai dalam berbagai prosesi penting termasuk pernikahan, selamatan / syukuran kehamilan, syukuran kelahiran, khitanan, pernikahan hingga kematian. Dia dihadirkan dalam berbagai momen penting yang layak untuk dikenang. Seorang pria dewasa yang sudah menikah lumrahnya senantiasa akan teringat dan mengingat ingat saat kelahirannya, saat di khitan, saat pernikahannya dan senantiasa ingat bahwa tiba saatnya kematian akan menjemput.

Leluhur kita sepertinya sangat faham dengan kalimat “katakan dengan bunga” yang popular di kebudayaan Eropa itu, atau jangan jangan justru Eropa lah yang menjiplak kebudayaan luhur warisan nenek moyang kita. Kenanga itu seakan menyimpan dan menyampaikan pesan dari leluhur kita untuk senantiasa mengenang momen momen penting dalam hidup kita. Untuk jangan sekali kali melupakan sejarah. sebagai pelajaran untuk kehidupan mendatang.

kenanga seakan selalu mengingatkan kita untuk tidak lupa diri bahwa hidup Apapun yang kita lakukan saat ini sedekit kemudian sudah menjadi kenangan. Sehingga kita harus senantiasa ingat dan waspada ketika sehat sebelum sakit, ketika muda sebelum tua, ketika kaya sebelum miskin, ketika lapang sebelum sempit dan bahwa hidup di dunia ini tidaklah abadi.

------------------------------------------

Baca Juga



Monday, October 19, 2015

Wismilak dan Bismillah

Wismilak itu salah satu merek dari sekian banyak merek rokok yang diproduksi dan beredar di tanah air. Pemilik perusahaan rokok tersebut pastinya punya cerita sendiri kenapa dulu beliau atau mereka memilih merek Wismilak untuk rokok yang mereka produksi. Perusahaan itu awalnya memproduksi rokok kretek alias rokok yang tidak dilengkapi dengan filter, dan masih di produksi dan beredar di pasar hingga hari ini.

Dari sudut pandang Bahasa Wismilak itu terkesan meng-indonesia-kan kalimat berbahasa Inggris Wish Me Luck dengan menuliskannya sesuai dengan ejaan dan lafal orang Indonesia. Wish Me Luck bermakna harfiah ‘do’a kan aku beruntung’ atau ‘ do’akan supaya aku beruntung’, makna yang baik bukan. Meskipun para penyokong kampanye anti rokok (mungkin) akan berkomentar lain.

Menurut kabar yang beredar di belantara dunia maya, dulunya sekali, pendiri pabrik rokok tersebut mendapatkan petunjuk dari sesepuh pesantren di Jawa yang juga Kakek dari (alm) Gus Dur untuk mendawamkan kalimat ‘Bismillah’, lalu mendapatkan petunjuk untuk berbisnis rokok, dan ujungnya jadilah rokok kretek Wismilak itu.

Ada juga yang mengatakan bahwa Wismilak itu memang dari kata Bismillah yang di lafalkan oleh lidah orang Tionghoa karena dialek mereka, toh pendiri pabrik wismilak memang dari etnis Tionghoa. Kejadiannya kira kira sama dengan kata Bismillah yang berubah menjadi Semilah di lidah orang orang tua etnis Jawa.

Namanya juga kabar angin, saya pun tidak tahu persis kebenarannya. Karena toh saya bukan sang pendiri pabrik rokok itu dan bukan juga salah satu pemiliknya, kecuali bila mereka dan Allah S.w.t menghendaki. Mungkin saya bisa beberkan kebenarannya pada anda.

Saya jadi ingat pada kalimat “Ada pesan dari setiap peristiwa, tergantung pada kemampuan untuk membaca atau mencerna-nya, Tak semua pesan tertulis dengan aksara atau terdengar telinga”. Seperti Bahasa siloka, sandi, perumpamaan, iluminati atau apalah istilahnya. Pesan yang disampaikan hanya dapat difahami oleh mereka yang sudah dibekali dengan pengetahuan tentang itu untuk mengurai dan menterjemahkan dan memahami-nya.

Bila anda perokok, tiba tiba di suguhi rokok Wismilak yang belum pernah anda hisap, barangkali anda sedang diberi nasihat untuk mengingat Allah, mengingat Tuhan yang maha Agung, barangkali saja di mata dan telinga “Nya” anda masuk dalam golongan yang jarang (untuk sekedar) menyebut nama Tuhan. Atau bisa jadi anda sedang di-ingatkan tentang sebuah do’a, untuk sering men-do’a-kan dan meminta di do’a-kan supaya senantiasa beruntung.

Boleh jadi anda tidak suka dengan rokok-nya, seperti para diplomat Eropa di Konfrensi Meja Bundar yang mengejek Kyai Haji Agus Salim yang sedang menghisap cerutunya dengan teriakan “mbeeek” dan kata kata tak sedap karena asap dari rokok yang dihisap KH Agus Salim. Tapi toh dengan tenangnya kemudian KH Agus Salim mengatakan. “tidak ingatkah tuan tuan, aroma tembakau ini lah yang membuat bangsa tuan menjajah bangsa kami dan enggan untuk pergi….”.

Atau mungkin anda pernah mendengar tentang pesan dari khalifah Umar Bin Khatab kepada Amru Bin Ash yang menjabat sebagai Gubernur Mesir. Pesan-nya hanya berupa goresan lurus dengan ujung pedang di sepotong tulang, tapi mampu membuat Sang Gubernur gemetar ketakutan menyadari kesalahan yang dilakukannya manakala menerima sepotong tulang tersebut. Nama Amru Bin Ash kemudian dijadikan nama masjid yang dibangunnya dan masih berdiri hingga hari ini. Dan kisah itu pun menjadi inspirasi begitu banyak orang yang mengetahuinya.

Atau mungkin anda pernah mendengar tentang bagaimana Sultan Syarif Hidayatullah berkirim surat dari Cirebon kepada putranya Maulana Hasanudin di Banten, bukan lembaran surat yang dikirimkan oleh beliau, tapi sebilah keris, dan Maulana Hasanudin pun mafhum akan titah ayahandanya.

Pesan memang tak selalu datang dengan cara yang kita sukai. Bukankah Tuhan pun kadangkala mengirimkan pesan kepada hamba hambanya dengan cara yang tidak selalu disukai. Kadangkala di kirimkan pesan melalui penyakit agar mampu menghargai sehat, dikirim melalui kesempitan untuk mengingatkan agar menghargai kelapangan dan lain lain.

Pengirim pesan kadangkala merancang sedemikian rupa agar pesannya tersamar, menjadi rahasia, kadangkala rahasianya disembunyikan dibalik rahasia, Dan hanya mampu difahami oleh mereka yang mau berfikir. Mungkin untuk diberikan bonus berganda. wallohua'lam.

------------------------------------------

Baca Juga



Monday, November 24, 2014

Mencerna Legenda Curug Cigentis dan Sanggabuana

CURUG CIGENTIS - KARAWANG
Tempat Mandi Putri KeratonItu adalah kesimpulan yang menurutku paling sreg yang dapat kutulis dari legenda curug Cigentis yang dipampang di pos Perhutani di Curug Cigentis. Curug dalam bahasa Sunda berati Air Terjun. Sedangkan nama Cigentis (juga menurut legenda) adalah nama putri keraton yang pertama kali mandi di kolam yang terbentuk dari air terjun tersebut. Nama lengkapnya adalah Nu Geulis Nyi Geuntis. Konon dia adalah anggota pasukan khusus kerajaan Padjadjaran yang di utus oleh raja untuk mengawal atau lebih tepatnya ‘menguntit dan mengawasi’ aktivitas dakwah yang dilakukan oleh para wali di wilayah Padjadjaran, tapi kemudian malah menjadi yang pertama berikrar memeluk Islam diantara anggota kesatuannya.

Curug Cigentis merupakan salah satu wana wisata yang dikelola oleh Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten, KPH Purwakarta Seluas 5,00 ha terletak di petak 47 c RPH Cigunungsari, BKPH Pangkalan, Secara administratif pemerintahan terletak di Desa Mekar Buana Kecamatan Tegalwaru, Kabupaten Karawang, berada pada 6°35 LS dan 107°12” BT, ketinggian tempat 600-1200m dpl dengan konfigurasi lapangan berupa pegunungan, bergelombang kelerengan agak curam s/d curam. Jarak kota kabupaten Karawang ±40Km dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat dan roda dua. Sedangkan dari daerah Bogor dapat melalui Cariu.

Legenda Curug Cigentis (klik untuk memperbesar)
Kendaraan apapun yang anda pakai ke wanawisata satu ini, pada ahirnya haruslah tetap berjalan kaki dari pos perhutani menuju ke air terjun ini sekitar 200 meter. Jalanan menuju ke lokasi sebagian besar sudah di cor beton. Tersisa sekitar 1.5 km yang masih berupa jalan berbatu keras dan menanjak cukup ekstrim. Bila malas berjalan kaki, beberapa penduduk setempat menyediakan jasa ojek hingga ke lokasi parkir motor terahir beberapa meter dari pos perhutani. Namun naik ojekpun harus punya nyali mengingat tanjakan yang dilalui memang cukup ekstrim.

Mari kita cerna

Di pos perhutani tempat membeli tiket masuk seharga Rp. 10 ribu per orang, sudah dipampang spanduk besar yang menceritakan legenda tentang curug Cigentis. Lumayan untuk sekedar menambah pengetahuan. Meskipun legenda yang ada memang terlalu banyak celah untuk dikomentari. Silahkan bersabar untuk melanjutkan membaca ulasannya berikut ini sampai tuntas, untuk menemukan celah celah yang saya maksud. Mari kita cermati, Legendanya begini :

“Beberapa ratus tahun yang silam pasinggahan (Sekarang Curug Cigentis) adalah hutan belantara yang kering/kekurangan air, merupakan salah satu daerah kekuasaan Prabu SIliwangi yang bernama Prabu Sukma Rasa.

Bila dibaca dengan baik rasanya terlalu janggal bila hutan belantara dalam kondisi kering/kekurangan air. Bagaimana mungkin tanaman akan tumbuh apalagi sampai menjadi hutan belantara bila kekurangan air. Legenda itu memberikan berita bahwa hutan di gunung Sanggabuana sudah ada sejak beberapa ratus tahun silam. Walaupun mungkin belum ada aliran sungai yang kini membentuk curug cigentis.

Lalu Siapakah itu “Prabu Siliwangi yang bernama Prabu Sukma Rasa”?. Ahli sejarah memang terbagi dua pendapat tentang Prabu Siliwangi. Pendapat pertama mengatakan bahwa Prabu Siliwangi itu hanya satu yakni Sri Baduga Maharaja. Sementara pendapat kedua mengatakan bahwa Prabu Siliwangi itu ada banyak karena itu adalah gelar bukan nama seseorang dan bukan hanya Sri Baduga Maharaja yang bergelar Siliwangi. Hanya saja, saya tidak menemukan Nama Prabu Sukma Rasa diantara jejeran nama Raja Padjadjaran. Mungkin yang dimaksud adalah Raden Pamanah Rasa (karena ada kata “Rasa”) yang merupakan nama lain dari Sri Baduga Maharaja.

Pada masa penyebaran Islam di Pulau Jawa Oleh Wali Songo, Curug Cigentis merupakan salah satu tempat yang disinggahi, daerah tersebut sebagian besar masyarakatnya beragama Hindu. Walaupun sebelumnya telah meminta ijin tetapi Prabu Siliwangi mempunyai kecurigaan kepada para wali (6 orang wali) tersebut, dikhawatirkan akan merebut kekuasaan, untuk mengawasi gerak gerik wali tersebut, Prabu SIliwangi tetap mengijinkan tetapi menyertakan pengawal yang sebenarnya telah di bai’at (doktrin) setia dengan alasan sebagai pengawal para wali.”

Dengan mudah anda akan bertanya, WaliSongo itu ada sembilan atau 6 orang sih?. Baiklah kita anggap saja bahwa dari sembilan wali yang ada hanya enam orang yang terlibat dalam legenda tersebut. Hanya saja, agama masyarakat Sunda adalah Agama Sunda Wiwitan bukan agama Hindu. Tapi baiklah bisa jadi di daerah Cigentis dimasa itu penduduknya beragama Hindu, jadi wajar bila kemudian para pengawal wali itu tak terlalu keberatan para wali berdakwah disana karena toh agama yang dianut bukan agama mayoritas. Bila itu benar maka semestinya di sekitar Cigentis terdapat peninggalan era Hindu berupa candi atau lainnya. Yang ada saat ini disekitar Cigentis justru situs batu Tumpang tak jauh dari Curug Peteui yang lebih mirip sebagai peninggalan masa animis ataupun megalitikum.

“Curug Cigentis pada saat itu merupakan daerah yang kering tidak ada air sama sekali, guna keperluan hidup dan beribadah para wali berdo’a bermunajat memohon dengan penuh kepasrahan, khusu’ serta penuh kesabaran, atas kekuasaan Tuhan YME dari sebuah batu yang besar keluarlah air, membentuk sebuah air terjun (Curug). Orang orang yang berada pada lokasi tersebut serentak merasa kaget, sekaligus kagum dan suka cita, tidak terkecuali para prajurit Prabu Siliwangi yang ditugaskan mengawal para wali tersebut. Salah satu pengawal yang bernama “Nu Geulis Nyi Geuntis” secara spontan “berikrar” masuk agama Islam. Karena beberapa hari tidak mandi dan kekurangan air, Nyi Geuntis sari sambil sambil mengucapkan kalimat mengagungkan Tuhan (Allohu Akbar 3X) langsung terjun dan mandi pada Curug tersebut. Melihat hal tersebut, maka para wali menamakan curug tersebut dengan “Curug Cigentis”

Sebenarnya para wali, para pengawalnya dan orang orang yang mengikuti mereka itu, berkumpul dibagian mana sih?.  Di tempat yang kini jadi air terjunnya, atau di dekat batu besar yang mengeluarkan air?. Bila mereka berkumpul di dekat batu besar yang mengeluarkan air berarti lokasinya berada di bagian atas dari Curug Cigentis saat ini, berarti “Nu Geulis Nyi Geuntis” itu adalah pengawal sakti yang mampu terjun dari bagian atas curug setinggi lebih dari 20 meter untuk mandi pada curug tersebut.

Bila memang air yang mengalir di Curug Cigentis berasal dari sebuah batu besar semestinya hingga hari ini pun batu besar yang mengeluarkan air tersebut masih dapat kita temui disana, faktanya curug cigentis berasal dari air aliran sungai kecil yang terbentuk dari begitu banyak mata air di Gunung Sangga Buana, yang melewati tebing curam hingga membentuk air terjun. Atau jangan jangan batu besar yang dimaksud adalah gunung sanggabuana itu sendiri.

“Melihat apa yang dilakukan Nyi Geuntis Sari pengawal yang lain pun ikut masuk Islam yang dipimpin salah satu wali yang bernama Kyai Bagus Sudrajat antara lain Putri Komalasari, Putri Melati, Putri Cempaka, Putri Sri Dayang Sari, Putri Sri Kunti, Putri Kaling Buana, Ibu HArum Sari, Ibu Harum Melati, Putri Malaka Mekah, Putri Malaka Hujan, Putri Rangga Huni, Resi Taji Malaka, Ganda Malaka, Guntur Roma, Rd. Jaka Tunda dan Masyarakat lainnya.”

Diantara para pembaca adakah yang bisa membantu saya untuk menjelaskan siapakah anggota walisongo yang bernama Kyai Bagus Sudrajat itu. Karena dibagian awal tadi disebutkan bahwa ‘para wali’ yang dimaksud adalah walisongo?.

Bila mengamati nama nama para pengawal wali itu. Saya lebih memilih untuk menyebutnya sebagai ‘Para Penggoda Wali” bukan “pengawal wali”.  Bagaimana tidak, dari 15 nama yang disebut itu 12 diantaranya adalah perempuan dan 9 diantaranya bergelar Putri. Yang namanya putri pastinya cantik, mustahil ganteng dong.

Hei, itu aku
“Disekitar lokasi tersebut terdapat sebuah bukit yang sering dipakai pertemuan oleh para wali sehingga lokasi tersebut sampai saat ini dikenal dengan puncak sanggabuana. Sangga = sembilan menandakan wali sembilan dan ‘Buana” = tempat dimana lokasi tersebut sering dipakai berkumpul dalam penyebaran agama ke daerah Cirebon, Demak, Kudus, Banten, Garut, Pemijahan Tasikmalaya, dan lain lain. Konon yang membagi bagikan tugas tersebut adalah Syekh Muhidin Abdul Kodir Zaelani.

Salah satu petuah pawa wali yang menjadikan daerah tersebut berkeramat adalah ‘ikuti jejak kami’ kalau kita mempunyai maksud dan tujuan tetap meminta kepada Allah SWT (dari berbagai sumber)”.

Pada alenia ini terkesan terlalu dipaksakan untuk menghubungkan puncak Sanggabuana dengan Walisongo. Sangga dan Sanga memiliki makna yang jelas berbeda. Sangga bermakna penopang, sedangkan Buana atau Buwana bermakna Dunia atau semesta. Fakta menunjukkan bahwa Gunung Sanggabuana di Karawang merupakan titik tertinggi di wilayah Karawang. Bisa jadi disebut dengan nama Sanggabuana (penopang dunia) karena faktor tersebut.

Lebih menarik lagi dalam legenda itu disebutkan nama Syekh Muhidin Abdul Kodir Zaelani yang membagi bagikan tugas kepada para wali(songo). Mungkin yang dimaksud adalah Abdul Qodir Jailani (1077–1166 M). Hanya saja beliau tak sejaman dengan walisongo.

Dan dari paparan legenda itu saya hanya mampu mempuat kesimpulan yang menurutku paling sreg bahwa Curug Cigentis itu legendanya adalah tempat mandinya putri keraton. Yang sedangkan bagian lain dari legendanya justru lebih menarik untuk di diskusikan ulang. Atau mungkin ada yang berminat untuk mulai menggali lebih jauh legenda itu, termasuk kemungkinan untuk menemukan sebuah candi Hindu di sekitar Cigentis dan Sanggabuana. Siapa tahu.